Mengatasi Perbedaan Pola Asuh dengan Nenek dan Kakek
LIBURAN di rumah kakek dan nenek anak-anak kita.
Konsistensi kita dalam mengasuh anak sangatlah WAJIB DIMILIKI. Konsistensi antara orangtua dengan anak, konsistensi antara suami dan istri saat menghadapi permasalahan dengan anak. Ketika seorang istri mengatakan TIDAK, maka suami pun harus TIDAK. Bukan menjadi ‘PAHLAWAN’ saat anak menangis dengan mengatakan “Mama, gitu aja dimasalahin… kasih aja kenapa sih?!”
Ketika kita tidak konsisten, maka berbahaya akibatnya untuk perkembangan mental anak. Anak jadi tidak mempercayai kata-kata orang kita sebagai orang tuanya. Anak jadi semakin mudah untuk membangkang kepada kita. Akibatnya anak tidak bisa kita ‘kuasai’. Smart Parents akhirnya tak memiliki otoritas untuk mengendalikan anak.
Jika anak tak bisa dikendalikan, orangtua akan sangat sulit mengarahkan perilaku positif anak.
LIBURAN SEKOLAH, was-was dengan pola asuh kakek nenek?
Begini, Sebenarnya jangankan dengan nenek dan kakeknya, dengan suami saja bisa berbeda kan? seperti contoh di atas, suami bilang “tidak”, istrinya “ya” dan sebaliknya. Soal perbedaan pola asuh dengan suami kita bahas lain kali. Saya ingin bahas dengan nenek dan kakeknya terlebih dahulu, karena ini masa liburan sekolah kan?!
Mungkin Smart Parents pernah mengalami kejadian sejenis ini atau pernah mendengar orangtua yang mengeluh tentang ini. Kalau saya sih sering banget ditanya tentang hal ini.
“Pak Cand, bagaimana menghadapi kondisi dimana ketika kita sebagai orangtua telah berusaha konsisten menjalankan aturan bersama anak kita. Tapi ketika anak kita “pindah tangan” alias sedang pergi/berkunjung ke rumah lain terutama ke rumah nenek kakeknya, eh tiba-tiba rusak dech aturan yang telah kita sepakati dengan anak.
Hehehe, ayo cung...siapa yang pernah mengalami kejadian ini?
Contoh : Ketika anak minta coklat, padahal di rumah telah disepakati tidak boleh makan coklat karena batuk, eh.. begitu ketemu nenek dan kakeknya malah dikasih dengan gampangnya.
Padahal kita selaku orangtau telah berkali-kali memberitahu pada nenek dan kakeknya untuk tidak seperti itu. Tapi mereka berlasan kasihan namanya juga anak kecil. Lagian cuma satu ini (coklatnya).
Fiuhhh… kesel dech rasanya, rusak semua dech program dan kesepakatan yang sudah buat dengan anak selama ini. Bagaimana ya pak Cand menghadapi situasi ini?? Smart Parents, ini solusinya
PERTAMA :
yuk jangan fokus menyalahkan nenek, kakek dulu, let’see apa yang bisa kita lakukan? Dengan situasi seperti ini? Soalnya nenek kakek itu hanya menginginkan kasih sayang sama cucu mereka. Mereka hanya belum tau “rule of the games” yang berlaku di rumah kita tentang pengasuhan anak. Inilah saat yang tepat menyampaikannya. Caranya dengan membangun impian tentang masa depan cucunya dan mengajak mereka ikut terlibat dalam prosesnya.
KEDUA :
Cobalah ajak bicara dengan mereka “mama, papa, sebelumnya saya minta maaf, kami sedang belajar berkeluarga seperti mama dan papa mendidik ku dulu. Aku dan suamiku memiliki aturan-aturan yang berlaku di keluarga untuk kebaikan masa depan cucu mama dan papa, yang mungkin berbeda dengan aturan yang berlaku waktu aku kecil dulu di rumah ini. Karena itu, aku harap, mama papa mau mengerti ini, hehehe....biar cucunya punya kualitas mental yang tangguh dan berprestasi”
Lalu jelaskan apa saja aturan yang tetap harus berlaku untuk cucu-cucunya meskipun sedang orangtua kita itu. Mungkin nenek dan kakek anak kita tidak tahu dan mungkin belum pernah dikasi tau tentang hal ini, jadi mereka hanya sekadar melampiaskan rasa sayangnya. Karena itu komunikasikan dulu apa yang boleh dan apa yang tak boleh kepada nenek dan kakeknya anak-anak kita.
KETIGA :
Jika orangtua kita adalah tipe yang tidak bisa diajak bicara, dengan alasan “kamu tau apa sih, mama dan papa mendidik kamu itu puluhan tahun! mama dan papa sudah makan asam garam mendidik anak!” Misalnya yang tipe seperti ini, maka BUAT ANAK LEBIH PERCAYA KEPADA KITA DARIPADA SIAPAPUN.
Meski kita tidak ada, maka anak akan lebih ‘mematuhi’ kita. Misalnya saat keempat anak saya berkunjung ke rumah neneknya, saat disodorkan makanan yang diluar “kesepakatan” kita, anak-anak kita akan berkata “Mbah.. kata papa dan mama, itu tidak boleh.. ”
NB :Anak yang saat kita larang malah lari ke nenek dan kakeknya, adalah anak-anak yang belum mempercayai orangtuanya. Karena itu konsistensi ini sangat penting. Bagaimana cara membuat anak lebih percaya pada kita orangtuanya?
Bangun kedekatan dengan anak dan jangan pernah berbohong atau ingkar janji pada anak! Ketahuilah, orangtua yang mengendap-endap ketika hendak meninggalkan anak ke luar rumah adalah orangtua yang menipu anak.
Orangtua yang memanggil hantu “awas ada kalong wewe, masuk, ayo tidur” adalah orangtua yang berbohong pada anak. Orangtua yang memukul meja dan kursi saat anak terjatuh untuk menyalahkan meja kursi tersebut juga orangtua yang berohong pada anak. Orangtua yang bersekongkol dengan tukang dagang “mang ini pahit ya mang?!” padahal makanan manis adalah orangtua yang berbohong pada anak.
Dan hei.. pemuka agama mana yang membolehkan kita berbohong pada anak. Kata siapa berbohong pada anak itu tidak dosa!
Sekali bohong ya bohong! Karena itu misalnya nanti saat saya berjanji pada anak untuk membelikan martabak misalnya, saat saya lupa saya akan balik lagi mencari kemanapun martabak itu berada.
Bukan soal martabaknya, bukan soal uangnya. saya tidak mau, anak-anak saya, tidak mempercaya perkataan-perkataan saya di waktu-waktu berikutnya! Berbeda jika benar-benar semua tukang martabaknya ‘cuti’!
Karena itu, sebelum pergi ke rumah nenek dan kakenya,
Buat kesepatan-kesepkatan dengan anak sebelum berkunjung ke rumah nenek dan buat pula konsekuensi-konsekuensinya jika anak kita melanggar yang mungkin akan mereka dapatkan setelah sampai pulang kembali ke rumah.
Misalnya, tentang batasan nonton tv. Makanan yang boleh dan tidak boleh. Mungkin kita tak bisa bertindak di depan nenek dan kakeknya, tapi konsekuensinya itu bisa kita lakukan setelah kita berada di wilayah otoritas kita (rumah kita sendiri).
KEEMPAT (SOLUSI TERAKHIR):
Jika keluarga kita masih ‘bersatu’ dengan rumah nenek dan kakeknya anak-anak, saran terbaik dari abah adalah SAAT KITA BERUMAH TANGGA, TERPISAHLAH DENGAN RUMAH ORANGTUA. Ini wajib!
Mana mungkin di satu istana ada dua raja?
Lebih baik ngontrak rumah 1×1 (mesra gitu lho..hehehe) daripada di rumah yang lapang, mewah, hemat, tapi kita tidak memiliki independensitas terhadapa pendidikan mental anak kita, kewenangan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga kita sendiri. ya tentu, jika ada, rumah sendiri, lapang, nyaman dan tidak sempit. :) Aamiin...
Jika oarngtua kita sudah tua, dan dengan alasan tidak ada yang menjaga. Boleh menjaga, tapi terbaik adalah jaga orangtua kita di rumah kita sendiri bukan di rumah orangtua kita, sehingga aturan yg berlaku adalah aturan rumah kita, bukan aturan rumah orangtua kita. Lalu buat kesepkatan-kesepaktan dengan orangtua kita seperti pada TINDAKAN KEDUA yang sudah saya jelaskan di atas.
Salam Hebat Penuh Semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
no sara
no bully
always keep smail