Jumat, 13 April 2018

Aku, Kau dan Dia (Part 2 )

Kau Aku dan Dia (Part 2)
.
.
Catatan Penulis : Kali ini saya menggunakan sudut pandang Sofia ya.
.
Rudi masuk ke ruang tamu dengan wajah muram, wajah yang selalu ku lihat dari CCTV. Dari yang ku amati dari CCTV, dia suka permen karet, jadi aku pun mengkonsumsi permen ini saat menunggunya. Entah kapan terakhir kali aku makan permen karet. Aku beruntung tidak menggunakan gigi palsu sehingga aku tidak was was saat meniup balonnya.
.
“Duduk Rud.” Kataku sambil tersenyum. Dia duduk di tepi sofa dan mengawasiku makan permen karet. “Mau?” Tawarku. Dia mengambil satu dan memakannya. Dia tidak tersenyum saat makan permen karet itu. Malah dia melihat ke depan, kosong. Sepertinya dia melamun.
.
“Mikir apa Rud?” Tanyaku santai. Dia menggeleng-gelengkan kepala. “Ada acara khusus setelah pulang sekolah?” tanyaku lagi. Dia menggelengkan kepala lagi. “Oh iya, saya Sofia, ketua yayasan disini. Kamu boleh memanggil saya Kakak kalau kamu mau.” Dia menatapku kemudian tertawa cekikikan. “Hey, kenapa kamu tertawa Rud?” Tanyaku ikut tertawa. “Bu Sofia kan sudah tua kok dipanggil Kakak?” Jawabnya masih dengan cekikikan. “Ya sudah deh, kamu panggil ibu juga gak apa.” Jawabku.
.
Rudi memundurkan duduknya. Ah, anak ini mulai nyantai nih. “Eh Rud, tadi sebelum kesini kamu main apa?” Tanyaku. “Nggak main apa-apa. Cuma duduk-duduk.” Jawabnya. “Emang kamu nggak suka main gitu?” Tanyaku. “Kalau di sekolah enggak, males. Aku sukanya main game online Bu.” Jawabnya.
.
“Waaah, kamu bisanya main apa?” Tanyaku penasaran. “Belum bisa sih Bu, masih belajar. Mau nya belajar AOV sama Mobile Legend.” Jawabnya. “Iiiih.. Itu kan susah Rud. Kamu kok suka sih main game itu?” Tanyaku.
.
Rudi diam dan menatap ke depan. “Rasanya seru kalau bisa naik level, dapat senjata, mengalahkan musuh. Lihat kakak-kakak yang main gitu, terus mereka tos kalau bisa menang di lomba. Oh iya, itu nanti ada lombanya dapat jutaan rupiah. Ada yang bisa dapat hape gratis, fotonya ada di majalah game.” Kata Rudi berapi-api, berbeda sekali dengan Rudi yang baru masuk tadi. Aku mengangguk-anggukkan kepala. “Sama siapa biasanya nonton pertandingan game?” tanyaku. “Mas Bayu, Mas Bayu itu anak SMA. Sudah boleh bawa motor. Jadi kalau ada pertandingan game aku minta ikut.” Jawabnya. “Ini boleh diminum?” Tanyanya sambil menunjuk segelas es coklat. “Boleh donk.” Jawabku.
.
“Kalau main AOV atau Mobil Legend, pernah kalah?” Tanyaku yang dijawab gelak tawa Rudi. “Aku kalah terus Bu.” Katanya. Walaupun dia bercerita bahwa dia sering kalah, aku menatap wajahnya masih penuh semangat. “Terus kenapa kamu nggak berhenti main?” Tanyaku penasaran. “Aku mau menang Bu, pokoknya mau menang. Mau level yang tinggi.” Jawab dia serius, tiba-tiba sorot matanya meredup. “Aku pengen kayak Kak Daniel. Dia yang kemarin menang. Semua bilang Kak Daniel hebat. Aku jadinya nabung, biar bisa beli senjata.” Katanya sambil menunduk.
.
“Kamu nabung dari uang jajan kamu? Beli permen karet, sisanya ditabung?” Tanyaku. Aku sangat menikmati wajah terkejut Rudi, matanya melotot dan bibirnya terbuka. Ah, aku merasa menjadi detektif.
.
“ Bu Sofia kok tau?” Akhirnya keluar pertanyaan ini. “Jadi benar ya?” Aku balik Tanya. “Ya memang aku beli permen karet biar bisa nabung. Selain itu, kata Kak Daniel, makan permen karet saat main game dapat meningkatkan konsentrasi.” Jawabnya santai. “Bu Sofia main game apa kok makan permen karet karet?” Tanyanya. Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Aku membuka ponselku dan membuka folder game. Ku tunjukkan game yang sedang aku sukai.
.
“Oh Township dan My Café. Cewek memang sukanya main begitu. Di pertandingan aku juga ketemu gamer namanya Kak Tania, dia juga hebat lho Bu. Coba Bu Sofia belajar main game Mobile Legend sama Kak Tania.” Komentarnya. “Kenapa nggak boleh belajar sama Kak Daniel bareng kamu?” Tanyaku. “Biasanya anak cewek maunya berteman dengan anak cewek.” Katanya sambil tersenyum mengejek. Otomatis aku tertawa terbahak-bahak.
.
“Bagaimana perasaan kamu kalau main AOV atau Mobile Legend.” Tanyaku. “Hhmmm, seneng.” Jawabnya. “Kamu pengen apa sih dari game ini.” Tanyaku lagi. “Pengen naik level, trus menang, kayak Kak Daniel.”Jawabnya tersenyum. “Orangtua kamu mendukung?”
.
Rudi menundukkan wajahnya, “Enggak, Papa sih cuek, kalau Mama marah-marah. Kadang mama matiin wifi, nyuruh aku belajar dan ngerjain PR.” Jawabnya dengan nada lelah dan jenuh. “Nilai kamu bagus Rud. Hebat kamu bisa main game sambil belajar dengan rajin.” Wajah Rudi berbinar bahagia ketika aku memujinya. Aku merasa semakin dekat dengan kesimpulan kasus kali ini. “Aku nggak mau kehilangan waktu main game kalau harus ikut ujian ulang Bu. Belum lagi mama, akan semakin marah deh.” Jawab Rudi santai.
.
“Rud, Bu Sofia juga suka main game. Sukaaa banget. Ada rasa bangga, merasa diriku ini hebat ketika level kota atau café Ibu semakin meningkat. Mendapat alat-alat baru juga. Setelah levelnya naik, rasanya pengen segera main lagi biar levelnya semakin naik Rud.” Ceritaku.
.
Rudi mendengarkan dengan seksama, kemudian berpikir. “Aku juga gitu Bu.” Jawab Rudi sambil menggangguk-anggukkan kepalanya.
.
“Kamu ingin jadi juara game kan?” Tanyaku yang dijawab anggukan kepala Rudi penuh semangat. “Kalau begitu kamu harus menjaga matamu Rud. Ibu khawatir langkahmu menjadi gamer internasional terhambat karena matamu sakit. Ibu memakai kacamata sejak masih SMP lho. Dan kadang mata Ibu terasa lelah yang menyebabkan sakit kepala. Nah kalau missal kamu pakai kacamata, terus kepalamu pusing ketika pertandingan game, wah Ibu khawatir kamu kalah Rud.” Ucapku dengan nada cemas. Rudi berpikir sambil menggoyangkan kakinya.
.
“Ibu akan menghubungi ibumu, agar ibumu tidak mematikan wifi lagi, tapi syaratnya kamu ikut kesepakatan. Kita buat kesepakatan nanti, Bu Sofia, Rudi dan Mama. Bagaimana?” Tanyaku. “Bu Sofia yakin mama mau? Mama tuh seperti monster kalau ngamuk Bu.”Jawab Rudi. “Saya akan berusaha membantumu Rudi, asalkan kamu juga mau dibantu. Jaga kesehatan diri dan mata kamu. Seorang pemenang itu harus bisa menjaga dirinya agar siap di medan perang. Bahkan mungkin nanti Bu Sofia bisa mengajak kamu dan Mama lihat pertandingan game.” Tawarku. “Mobile Legend apa AOV Bu?” Tanya Rudi semangat. “My Café donk.” Jawabku sambil terkekeh melihat Rudi cemberut.
.
“Kamu siap nggak Rud?” Pria kecil itu berpikir sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. “Oke.” Jawabnya.
.
Video itu berhenti. Aku menatap wajah Bu Tina dan Pak Farid bergantian. “Rudi hanya butuh sebuah apresiasi, dipuji hebat oleh orang lain. Karena dia merasa tidak diapresiasi dari rumah, maka dia mencari dari luar, game lah yang dia pakai. Semakin tinggi levelnya, dia mendapat ucapan selamat dari game itu, maka semakin ingin dia mendapat pujian lagi, walau itu dari game.”Bu Tina masih menunduk, mungkin wanita ini sedang mencerna kata-kataku.
.
“Kapan terakhir kali Bu Tina memuji nilai Rudi yang selalu bagus?” Tanyaku lagi. Wanita itu tersenyum tipis, “Awal-awal masuk SD saya memuji nilainya. Namun karena setiap hari dia mendapat nilai bagus, saya tidak memujinya lagi.” Jawab Bu Tina.
.
“Rudi adalah laki-laki. Selalu ingin dipuaskan egonya. Penghargaan kita atas usahanya itu sangat penting sekali Bu Tina, sehingga dia tak perlu mencari pemuas ego dari luar. Pemuas ego dari luar bisa dengan main game biar dipuji temannya, kerja lembur biar dipuji bosnya, berbohong agar dianggap hebat oleh rekannya.” Aku menatap Bu Tina, matanya tampak membesar.
.
“Ya, Rudi sibuk dengan gadgetnya. Suami saya sibuk dengan pekerjaannya. Pihak ketiga yang tidak berwujud manusia. Sampai saya merasa lelah.” Ucap Bu Tina sambil menghapus air mata yang mengambang di matanya. “Bu Tina sudah mengapresiasi suami?” pertanyaanku dijawab gelengan kepala Bu Tina.
.
“Rasanya saya malu untuk memuji suami saya.” Aku tersenyum mendengar penuturan Bu Tina. “Ketika kita memuji orang lain, aka nada rasa gengsi, karena mayoritas manusia tercipta dengan keinginan untuk unggul. Sehingga mereka berpikir dengan memuji, akan membuat dirinya lebih rendah dan lemah. Itu ego kita yang berbicara. Ego yang menghambat cinta kita untuk keluarga, Bu Tina.” Kataku sambil tersenyum pada Bu Tina yang mulai menangis.
.
“Jangan fokus pada masalah, kita cari jalan keluarnya. Kita bantu Rudi untuk menyelesaikan Kecanduan Game nya. Apa Bu Tina mau membantu Rudi? Demi masa depan Rudi.” Bu Tina menatapku, menarik nafas berat.
.
“Saya siap Bu.” Jawabnya. “Keringkan dulu air matanya, Rudi dan Papanya sudah menunggu di luar ruangan. Kita bicara berempat.” Kataku sambil menyerahkan tissue.
.
“Hah? Mas Bagas bagaimana bisa kesini?” Tanya Bu Tina. Aku menyeringai “Suami saya melakukan hal yang sama dengan dengan yang saya lakukan pada Bu Tina hari ini, namun beda tempat saja.” Aku menangkap cekikikan dari Pak Farid, ya Kepala Sekolah ini memang sudah hafal bagaimana kami menyelesaikan kasus di sekolah.
.
Pintu terbuka, muncullah wajah kakek-kakek yang menemani hari-hariku, dengan cengirannya dia mendatangiku dan mengecup dahiku. Disusul kemudian Rudi dan papanya yang terlihat mesrah. Tiba-tiba Bu Tina menumpahkan air matanya dan memeluk suami dan anaknya. Kami menikmati sejenak adegan mengharukan ini.
.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Dari Pak Budi, kesiswaan di SMA Jawara. Yang masih termasuk yayasan kami, “Bu, mohon ijin melapor, ada siswa yang tertangkap satpol PP sedang pacaran.” Kata Pak Budi diujung telepon. “Nanti saya kesana Pak. Tolong di WA ya alamatnya.” Jawabku.
.
Kakek tua itu menatapku menanti sebuah jawaban. “Kasus lain lagi, sayang.” Jawabku. Aku mengalihkan keluarga di depanku yang sudah selesai bereuni setelah perpisahan beberapa jam.
.
“Oke, Rudi, kami semua adalah tim yang akan membantu Rudi. Pemain sepak bola butuh pelatih dan manajer. Kami yang ada di ruangan ini adalah manajer Rudi. Semua siap?” Tanyaku. Secara kompak mereka yang ada di ruangan ini menjawab Siap. Aku tersenyum dan mengeluarkan sebuah kertas yang kemudian ku tulis sebagai judulnya “Program Latihan Rudi”.
.
Dari *Bubu Baba* dan Kak *Candra Adhi Wibowo*
Untuk *Keluarga Hebat Indonesia*
.
Kelas *Digital Detox* akan dilaksanakan pada tanggal 17-18 April 2018 di Grup Kelas Khusus KHI
Bisa diterapkan pada kasus :
1. Kecanduan Nonton TV
2. Kecanduan Nonton Youtube
3. Kecanduan Main Game

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

no sara
no bully
always keep smail