Jumat, 13 April 2018

Aku, Kau dan Dia Part 1


Aku, Kau dan Dia
.
.
“Huuuffft..” Tina membuang nafas kesal menatap dua pria yang ada di hadapannya. Aroma pisang goreng yang dibuat Tina sama sekali tidak mengusik kesibukan mereka. “Ayah dan anak sama saja.” Ucap Tina sambil mengambil sebuah pisang goreng yang masih hangat. Ditiup-tiupnya pisang goreng sambil menanti respon dari suami dan anaknya. Nihil, mereka masih sibuk dengan benda kotak yang mengeluarkan cahaya itu.
.
Merasa lelah menunggu, Tina beranjak ke dapur dan menyentuh tumpukan piring kotor yang sudah merindukan sabun. Hati wanita itu masih dongkol karena semakin hari suami dan anaknya semakin pendiam, sibuk dengan gadget masing-masing. Ingin rasanya melakukan konfrontasi terbuka, tapi Tina merasa malu mengungkapkan apa yang dia pikirkan. “Huuuuuft..” Lagi-lagi Tina hanya membuang nafas.
.
Bagas, suami Tina adalah pejabat menengah di kantor tempatnya bekerja. Dia memiliki beberapa bawahan. Terkadang Bagas membawa pekerjaan ke rumah yang membuat dia sangat sibuk baik di kantor maupun di rumah. Dia berharap istri dan anaknya memahami karena ini semua untuk masa depan keluarga.
.
Sedangkan Rudi, usianya 8 tahun dan dia bersekolah di sebuah sekolah elit dan juga sangat ketat mengawasi perkembangan anak didik yang bersekolah di sana. Rudi sangat menyukai game online. Dia belajar dari saudara sepupunya yang sudah berusia 17 tahun. Tak jarang setelah pulang sekolah, bukannya menuju ke rumah dia malah main ke rumah saudara sepupunya ini.
.
Berkali-kali Tina berdebat dengan Rudi ketika anak itu sedang terlalu asyik bermain game di ponsel pintarnya. “Rud, main game terus, PRnya sudah dikerjakan?” Tanya Tina dengan tatapan tajam.
.
“Sudah.” Jawab Rudi tanpa mengalihkan pandangannya dari gamenya. “Kalau sudah ya belajar gitu lho Rud.”Tambah Tina. “Nanti.”Jawab Rudi masih tetap focus dengan ponselnya. “Ya Allah Rud, jangan main game terus donk.”Keluh Tina dengan nada putus asa. “Mama ngomong sama kamu Rudi, kenapa kamu diam saja?” Tanya Tina karena tidak mendapat respon dari Rudi.
.
Rudi mengangkat tubuhnya dan pergi masuk ke kamarnya. Tina menggaruk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal. Dia benar-benar bingung dengan anaknya. Tak lama terdengar langkah kaki masuk ke dalam rumah. Bagas datang dengan wajah lelahnya. Tina menyiapkan es teh kesukaan Bagas. “Mana Rudi?” Tanya Bagas sambil melepas kaos kakinya. “Di kamar tuh main game terus dari tadi.” Keluh Tina.
.
Melihat suaminya minum es dengan santai tanpa merespon kata-kata istrinya. “Kamu dengar kan aku ngomong apa?” Tanya Tina dengan wajah jengkel. Bagas menatap istrinya yang juga menatapnya tajam. “Aku nggak tuli, Tin.” Balas Bagas. Dia membawa tas kerjanya dan masuk ke kamar. Kemudian terdengar suara air dari kamar mandi dalam kamar.
.
“Lagi-lagi aku ditinggal sendiri seperti ini” Batin Tina sedih. Tidak hanya anaknya, Tina juga merasa tidak dipedulikan oleh suaminya juga. Tina menyusul suaminya masuk kamar setelah memastikan pagar sudah terkunci.
.
“Kamu ngomong donk sama Rudi. Biar dia gak main game terus.” Kata Tina setelah melihat suaminya sudah selesai berganti baju. “Anak laki-laki Tin, wajar. Ntar juga bosen sendiri.” Jawab Bagas enteng sambil membuka pintu kamar dan berjalan keluar meninggalkan Tina yang gregetan atas sikap terlalu santai suaminya. Tina pun menyusul suaminya ke ruang TV dan mereka menonton TV bersama. Ya tampaknya memang mereka duduk berdua, tapi sebenarnya mereka adalah dua orang yang sedang sibuk dengan dunia mayanya masing-masing.
.
“Mama disuruh ke sekolah.”Kata Rudi siang sepulang sekolah. Tina yang sedang menjemur baju, sontak kaget. “Kamu bikin masalah apa di sekolah?” Tanya Tina menyelidiki. “Nggak ada.” Jawab Rudi santai sambil meninggalkan ibunya dan masuk ke kamarnya dan menyalakan hapenya. Rupanya Tina mengejar Rudi karena tak lama kemudian terdengar suara keras dari Tina “Nggak mungkin Mama dipanggil ke sekolah kalau kamu nggak ada masalah Rud!” Rudi tidak menjawab pertanyaan ibunya, malah dia tidur telentang memainkan game onlinenya lagi.
.
Tina semakin kesal melihat kelakuan anaknya. Dia keluar dari kamar Rudi dan mematikan saklar wifi di rumahnya. “Mama matikan wifi lagi?!” Teriak Rudi dari dalam kamarnya. “Sebelum kamu jujur, kamu gak bisa pakai wifi Rudi!” Teriak Tina terpancing emosi Rudi. “Aku udah jujur Ma!” Teriak Rudi sambil berlari ke luar rumah dan mengambil sepedanya.
.
Tina duduk di ruang tamu setelah Rudi meninggalkannya. Dia menyesal sudah membentak Rudi seperti tadi. Dia mudah sekali emosional ketika Rudi mulai teriak.
.
Sore itu ketika suaminya pulang, Tina menceritakan tentang panggilan ke sekolah Rudi. Wanita itu tidak menceritakan pertengkarannya dengan Rudi karena Rudi sudah pulang beberapa saat sebelum suaminya pulang. Jadi menurut Tina masih aman. “Ya sudah kamu datang aja.” Jawab suaminya santai.
.
Keesokan harinya, Tina sudah sampai di kantor guru pada jam sepuluh. Seorang guru meminta Tina menunggu sebentar. Kemudian guru itu menelpon seseorang. “Bu Tina, mari saya antar ke ruang tamu.” Kata guru itu sambil tersenyum. Mereka memasuki sebuah ruangan dan Tina dipersilahkan duduk di sofa. “Bu Tina, silahkan diminum dulu. Pak Farid dan Bu Sofia sedang kesini.” Kata guru itu sambil menyodorkan secangkir teh, kemudian guru itu menutup pintu. Ruangan tempat Tina menunggu sangat nyaman. Dindingnya berwarna putih bersih, sofa berwarna hijau daun, dan meja berwarna hitam. Di sudut ruangan ada tanaman berbau harum yang membuat ruangan ini semakin indah dan merilekskan pikiran.
.
Tak berapa lama, pintu terbuka. Masuklah seorang pria yang rambutnya mulai tipis dan seorang wanita berkacamata. Keduanya tersenyum menatap Tina. Yang pria memperkenalkan diri bernama Farid, yang perempuan memperkenalkan diri bernama Sofia. Tina pernah melihat Pak Farid ketika memberi sambutan penerimaan siswa baru. Kalau tidak salah sebagai kepala sekolah. Lalu siapa yang perempuan ya?
.
“Ini Bu Sofia, ketua yayasan disini.” Kata Farid yang seolah tau apa yang dipikirkan oleh Tina. Tina menganggukkan kepala pada Sofia yang dibalas senyuman.
.
“Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih pada Bu Tina sudah menyempatkan untuk datang. Kedatangan Bu Tina sangat berarti sekali untuk tumbuh kembang Rudi.” Kata Bu Sofia. Tina semakin gugup.  
.
“Rudi kenapa ya?” Tanya Tina cemas. Keringat dingin mulai membasahi tangannya yang saling menautkan jari jemarinya. “Secara prestasi tidak ada masalah Bu, nilainya bagus, menangkap pelajaran juga cepat.” Jawab Farid segera setelah menangkap kecemasan yang mulai memancar dari wajah Tina.
.
“Apa Bu Tina merasa Rudi ada masalah?” Tanya Sofia sambil tetap tersenyum. Tina menggeleng-gelengkan kepala, tiba-tiba ia merasa suaranya enggan keluar.
.
“Beberapa hari yang lalu saya melakukan cek mendadak pada semua cctv yang ada di yayasan ini. Salah satunya Rudi. Saya melihat Rudi menghindari teman-temannya. Bahkan ketika saya meminta salah satu guru untuk mendekati Rudi, Rudi selalu menarik diri. Dia seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Karena penasaran, saya akhirnya memanggil Rudi. Saya dan Rudi berdiskusi berdua di ruangan ini juga. Saya menempatkan sebuah kamera tersembunyi ketika berbincang dengan Rudi.” Kata-kata Sofia terhenti karena tiba-tiba Tina menatap sekeliling, Sofia pun tersenyum.
.
“Kali ini saya tidak menempatkan kamera tersembunyi Bu Tina.” Jawab Sofia. Wajah Tina memerah. Ia menundukkan kepala dengan tujuan menyembunyikan wajah merahnya.
.
“Bu Tina.” Kata Sofia sambil menggenggam tangan Tina. “Apa Bu Tina siap untuk mengetahui lebih dalam tentang Rudi?” Pertanyaan Sofia ini membuat mata Tina terbelalak. Tina menatap wajah Sofia, wanita dihadapan Tina saat ini juga menatap Tina dengan wajah serius. “Jika Bu Tina siap, saya akan membawa rekaman video Rudi. Tapi saya mengajukan satu syarat, Bu Tina harus kooperatif dengan saya untuk membantu Rudi.”
.
Tina menunduk lagi, bukan untuk menyembunyikan wajah cemasnya, tapi untuk menyembunyikan kecemasannya. Tina beruntung tidak ada yang menginterupsi ketika dia berusaha bekerjasama dengan jantung dan paru-parunya agar mereka lebih santai dalam bekerja. Tina mengangkat wajahnya, “Insya Allah saya siap Bu.” Jawab Tina dengan suara lirih.
.
“Pak Farid, tolong yang tadi dibawa kesini ya.” Pinta Sofia yang dijawab anggukan kepala. Pria itu keluar dan tak lama kemudian masuk lagi membawa sebuah laptop dan sound kecil. “Jangan khawatir, ruangan ini dilapisi bahan kedap suara, bu.” Kata Farid.
.
“Wah, kapan-kapan bisa nobar donk?” Tanya Sofia yang dijawab dengan kekehan Farid dan senyuman Tina. Walaupun tersenyum, Tina merasa jantung dan paru-parunya sedang akrobat karena dadanya terasa sesak.
.
Sebuah video diputar. Pintu yang sama seperti yang ada di depan Tina terbuka, anaknya masuk ke ruang tamu dengan wajah muram.
.
Ada apa dengan Rudi?
.
*Keluarga Hebat Indonesia*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

no sara
no bully
always keep smail