Selasa, 24 April 2018

Haru biru rumah tangga ku ( Part 4)

Haru Biru Rumah Tanggaku (Part 4)
.
.
Mobilku sampai di depan rumah Dimas. Aku sebenarnya nggak enak kalau mengganggunya, tapi aku tak tau harus kemana. Aku ingin agar Winda menenangkan diri, dan juga aku takut terbawa emosinya. Kalau aku tak salah ingat, minggu ini adalah minggu pra menstruasi Winda, tau sendiri kan bagaimana wanita menjelang kedatangan tamu. Ini adalah tamu Winda yang sangat tidak kusukai karena aku sering menjadi korban.
.
Tanpa sadar aku tersenyum mengingat bulan lalu aku terpaksa mengantarkan popoknya Winda yang ketinggalan di mobil ke dalam kantornya. Aku lupa nama benda itu, lebih mudah ku sebut popok saja. Aku bertanya kenapa sampai butuh ini? Memangnya tadi nggak pakai? Dia menjawab, lagi keluar banyak. Jujur ini membuatku khawatir dia kehabisan darah, jadi saat pulang kantor aku menawarinya transfusi darah. Mungkin ini ide yang konyol, karena Winda tertawa lepas.
.
Setelah ku tekan bel pagarnya, pembantunya membukakan pintu pagar. Lusia, istri Dimas yang sedang hamil tua membukakan pintu. “Hai, cowok. Kusut banget tuh muka.” Kata Lusia yang ku beri senyuman. Lusia adalah adikku. Dia lebih dulu menikah karena aku masih ingin fokus pada karir agar bisa membahagiakan keluarga. Aku memeluk tubuhnya yang semakin membesar.
“Udah makan, Mas? Kalau belum sana makan sama Dimas dan Eko.” Kata Lusia. Aku merangkul pundaknya dan membawanya masuk ke rumah menuju ruang tamu.
“Hai Bro, makan dulu sini biar bahagia.” Kata Eko sambil makan soto ayam masakan adikku. Lusia sangat jago membuat soto ayam, itulah kenapa aku membuatkannya kedai soto ayam untuknya selepas dia kuliah.
“Eko, kamu ngapain kesini? Istrimu mana?” Tanyaku sebal karena ada Eko disini. Eko paling sering ngejekin kalau lagi ngumpul, jadi wajar donk aku khawatir dia akan membuatku semakin sumpek.
“Istriku lagi pulang, sepupunya mau nikah, jadi dia bantu-bantu disana. Nah itulah sebabnya aku numpang makan disini, Ga. Eh, Ga! Itu muka tolong dikondisikan donk, manyun gitu bikin sotonya Lusia gak enak nih.” Jawab Eko. Tuh kan, belum apa-apa udah bikin sebel aja.
.
“Lo ngapain kesini Ga?” Tanya Dimas. Aku tak bisa menjawab pertanyaan Dimas di depan Lusia. Aku nggak ingin memberi kesan yang tidak baik pada adikku.
“Kangen sama kalian.” Jawabku sekenanya, dan ternyata jawaban itu membuat Eko tersedak. “Najis tralala gue dikangenin cowok.” Kata Eko yang membuat Lusia mengembangkan sebuah senyuman.
“Cerita aja, Lusia udah tau kok masalah kalian.” Kata Dimas. Aku melirik adikku yang tersenyum padaku. Aku merasa malu padanya. “Yuk, duduk di taman.” Ajak Lusia sambil menarik tanganku. “Kalian nanti nyusul ya.” Tambah Lusia pada dua pria yang masih sibuk dengan piring masing-masing.
.
“Ada apa Mas?” Tanya Lusia ketika kami sudah duduk di gazebo. Dia menyandarkan punggungnya di tiang gazebo dan menatap taman yang tampak lebih terang dengan pancaran sinar lampu.
.
Aku mengambil nafas, menetralkan deguban jantungku. Ku lihat Eko dan Dimas mulai mendekati kami. Dimas mengambil tempat di sisi istrinya kemudian membelai kepala Lusia. Aku tersenyum merasakan kehangatan cinta mereka.
“Winda minta cerai.” Kataku akhirnya. Lusia menatapku dan member senyuman yang menenangkan, seperti MamaKU sedangkan suaminya mengerutkan keningnya, sedangkan Eko dia manggut-manggut sambil menundukkan kepala.
.
“Kenapa? Bukannya kamu sama Diana udah clear?” Tanya Dimas.
“Dia nggak mau menjadi penghalang cintaku pada Diana. Itu alasannya.” Jawabku. Wajahku menjadi panas lagi.
“Katanya Mas Yoga udah tertarik sama Mbak Winda sejak lihat Mbak Winda Sering beli martabak manis?” Tanya Lusia. “Iya, sekarang kurasa aku mencintainya kok Lus, kamu tau sendiri kan aku gak suka dipaksa.” Jawabku. Lusia mengangguk-angguk di depanku. Aku mulai merasakan bahwa aku mencintai istriku ketika melihatnya jalan berdua dengan Keinan. Oke, jujur, aku cemburu. Keinan bocah tengil yang heboh kalau ponselnya ketinggalan, apa yang menarik dari dia sih Win?
.
“Masalahnya, Mbak Winda tau nggak kalau Mas Yoga mencintainya?” Tanya Lusia.
“Ya tentu saja dia tau.” Jawabku yakin, dahi Lusia mengernyit. “Gimana dulu waktu ngomongnya?” Tanya Lusia. Adikku ini memang peneliti yang hebat.
.
“Ya gak pakai ngomong lah Lus, aku makan semua makanan yang dia masak, aku habiskan bekal yang dia buat, bahkan aku juga makan bekal yang bentuknya aneg-aneh juga. Aku bawakan martabak manis kesukaannya. Aku nemenin dia nonton film drama dan berjuang biar nggak ngantuk. Itu semua kan karena aku mencintainya Lus. Winda wanita yang tangguh, bukan tipe romantis kayak kamu.” Jujur, aku sebenarnya malu mengatakan ini pada adik dan sahabat-sahabatku. Namun, ungkapan jujurku malah ditertawakan oleh mereka. Untungnya aku nggak cerita kalau aku cemburu sama Keinan.
.
“Aduh, maaf ya kakak ipar, aku selalu menganggap kamu itu pria yang sangat pintar dalam segala hal. Ternyata kamu sangat lemah terhadap wanita.” Kata Dimas sambil menyeka air matanya, bukan air mata keesedihan, tapi air mata tawa. Menjengkelkan.
.
“Mas Yoga, perasaan cinta itu harus diungkapin Mas. Mas Yoga harus mengatakan bahwa Mas Yoga mencintai Mbak Winda.” Jelas Lusia. “Aku punya cara sendiri untuk mencintainya Lus.” Aku membela diri. Ketiga orang yang duduk di sekitar member reaksi yang berbeda, tapi aku merangkum semua ekspresi itu sebagai wujud jengkel padaku. Aku salah apa?
.
“Terus aja makan tuh ego kamu Mas.” Lusia jadi ketus padaku. Ku lirik Dimas mencari bantuan, tapi dia malah nyengir. Eko apalagi, dia membuang muka tapi aku menangkap dia sedang menahan tawa.
.
“Ga, memang ngomong cinta tuh berat. Gengsi lah ngomong cinta, bukti terbesar kita mencintai istri kan dengan ikatan pernikahan ini, betul Nggak Mas?” Tanya Eko pada Dimas yang disambut dengan anggukan kepala Dimas. “Tapi itulah seninya mencintai seorang wanita, Ga. Mereka butuh untuk diyakinkan bahwa kita mencintainya, bahwa dia berharga untuk kita. Dan itu harus kita tunjukkan dengan kata-kata pada mereka. Setangguh apapun Winda, semandiri apapun dia, dia tetap butuh pernyataan cinta dari suaminya, dia butuh pelukan suami sekedar memastikan bahwa dia nggak sendirian. Wanita ingin dicintai, Bro..” Lanjut Eko yang disambut anggukan kepala Lusia. Tumben banget Eko bisa ngomong kayak gini.
.
“Mana sih yang lebih penting, antara gengsi dan istri?” Tanya Dimas.
“Wanita itu emosional Mas, itulah kenapa pria yang menjadi pemimpin rumah tangga, karena pria lebih logis. Itu artinya Tuhan sudah meminta kita untuk saling memahami satu sama lain. Ketika istri menjadi api, suami menjadi air, begitu juga sebaliknya. Menikah itu seni mengalah. Mengalah bukan untuk kalah, tapi agar rumah tangga membawa berkah.” Tambah Lusia. Adikku sudah semakin dewasa dan bisa menasehati kakaknya. Aku benar-benar terharus menatap adikku Lusia.
.
“Aku pernah melihat Keinan dan Winda tertawa ketika kejadian Winda lihat aku sama Diana. Keinan mampu menjadi air daripada aku. Selain itu mereka pernah jalan di mall berdua.” Kataku sambil menunduk mengingat bagaimana Winda tertawa sambil menyeka air matanya. Jujur, aku sangat sakit hati. Apakah Winda lebih berbahagia dengan Keinan?
“Sekarang siapa yang berani menikahi Winda?” Tanya Dimas. “Winda setuju menikah denganmu, mengikat masa depannya denganmu, itu sebuah komitmen. Jika dia masih Winda yang ku kenal sebagai manajer keuangan, aku yakin hubungan Winda dan Keinan hanya teman.”
.
“Jadi, aku harus gimana?” Tanyaku. Otakku benar-benar tumpul. Lelah sekali malam ini.
“Istirahatlah dulu Mas, udah malam. Wajah kamu pucat lho. Tidur disini aja, bareng Eko.” Kata Lusia.
.
“Jijay sih tidur bareng Yoga, tapi nggak apa deh, semoga dicatat sebagai sedekah karena menghibur teman yang lagi galau. Astaga Yoga, dulu SMA gak pernah galau, udah tua baru galau. Ntar anak gue bakal gue nasehatin galaulah pada waktunya, biar gak galau saat udah tua.” Kata Eko sambil berdiri masuk ke dalam rumah. Aku mengekor padanya.
Kami berbaring diatas tempat tidur yang sama. Dia menatap ke langit-langit kamar, aku pun mengikuti jejaknya.
“Istri kamu gimana, Ko? Pernah minta cerai nggak?” Tanyaku iseng.
“Amit-amit Ga istri minta cerai itu sama dengan bencana. Alhamdulillah, aku berusaha ngalah kalau istriku mulai kayak mercon. Apalagi dia lagi hamil, makin mengerikan emosinya.” Jawab eko sambil nyengir.
.
“Kamu waras ya di depan istri.” Komentarku.
“Iya, gilanya sama kalian aja. Hahaha.” Jawabnya.
“Ya udah ayo tidur, jangan lupa doa dulu.” Kataku.
“Iya doa dulu, secara boboknya sama kamu, kuatirnya mimpi buruk. Allahumma bariklana..”
“Salah doa, itu doa mau makan.” Potongku.
“Oh iya, masih keinget sotonya Lusia.” Eko sudah mulai gak waras lagi, aku segera menarik selimutku karena rasanya dingin sekali malam ini.
.
Aku rasa semalam aku sudah menelan blender karena perutku terasa seperti diaduk-aduk, mungkin aku masuk angin karena semalam hanya makan sedikit dan kena angin malam. Perutku mual sekali hingga beberapa kali harus ke toilet. Eko menggosokkan minyak kayu putih di punggungku, sedangkan Lusia menyiapkan teh hangat untukku.
.
“Lo masuk angin apa grogi PDKT sama istri Bro?” Tanya Dimas sambil tergelak. Betul juga, aku jadi semakin grogi mau menemui Winda.
.
Lusia memintaku tidur dulu, kantor sementara akan dikelola oleh Dimas. Aku menurut karena perutku masih mual sekali. Ponselku bergetar, ada pesan masuk dari Winda, “Aku sudah menemukan pengacara yang bisa membantu perceraian kita.” Pesan singkat dari Winda membuat kepalaku tiba-tiba pusing. Aku jadi malas untuk bertemu dengannya. Sepertinya akan sia-sia.
.
Apakah setelah kami bercerai, Winda akan menikah dengan Keinan? Salah satu dari kami harus bahagia? Aku membayangkan mereka menikah membuatku mual lagi. Aku berlari ke kamar mandi, setelah membuang isi perut untuk kesekian kalinya, aku membaringkan tubuhku. Memaksa diri untuk tidur agar aku tidak membayangkan yang macem-macem.
.
Dari *Bubu Baba* dan Kak *Candra Adhi Wibowo*
.
Untuk *Keluarga Hebat Indonesia*


Senin, 23 April 2018

Cara cepat mengatasi perbedaan pola asuh anak*

*
.
Sudahkah kita bersyukur hari ini? karena dengan bersyukur....ternyata, ada....saja jalan Tuhan untuk membahagiakan diri kita, selama kita ada di jalanNYA.😇
.
Permasalahan yang sering timbul antara suami istri atau dengan orang tua dan mertua kita saat proses pengasuhan anak sebagian besar karena perbedaan sumber dan referensi. 📝
.
Hal ini akan tidak mudah jika kita langsung memaksakan pola asuh yang kita terapkan ke anak kepada orang lain yang sumber dan referensinya berbeda.📚
.
Langkah awal yang sebaiknya kita lakukan adalah dengan BERSAMA-SAMA membangun impian anak/ cucu beliau. 🚁
.
Karena ketika mimpi tentang masa depan cukup jelas dan sangat nyata, secara otomatis, pikiran dan mindset kita akan menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi, dan cenderung lebih fleksibel untuk cara pengasuhan anak.
.
Masih inget kan, TEGA, TEGAS, KONSISTEN dan FLEKSIBEL 📝?!
.
Tidak jarang lo, ketidak harmonisan dalam sebuah rumah tangga, berawal dari ketidak cocokan pola asuh terhadap anak, hal sederhana yang dapat menjadi pemicu ketidakharmonisan keluarga..😱
.
Apalagi keluarga muda, enggak sayang tuh?...keharmonisannya ilang karena perbedaan pola asuh ini, hehehe 😁
.
Perbaiki kondisinya sesegera mungkin di grup Keluarga Hebat Indonesia
.
Selamat menikmati kebersamaan bersama keluarganya ya...., 👨‍👩‍👧‍👦
.
Selamat berbahagia 😊
.
Salam Hebat Penuh Semangat!

Untuk Keluarga Hebat Indonesia

Haru biru rumah tanggaku ( part 3l

Yoga POV
.
Jujur aku kaget mendengar permintaan Winda. Ku pikir dia ingin bertanya tentang hubunganku dengan Diana, aku sudah siap menjelaskan semuanya. Aku sudah bahagia ketika akhirnya dia menyapaku setelah lebih dari seminggu dia mengacuhkanku. Tapi ternyata dia hanya membahas perceraian.
.
Dan dia membahas cintaku pada Diana. Aku bukan pria baper-an yang masih terjebak pada masa lalu, ya walau masa lalu itu sempat membuatku galau. Aku sudah meminta maaf pada Diana ketika kami makan malam bersama.
.
Flash Back
.
Setelah tiga hari aku dan Winda saling mendiamkan, aku merasa masalah ini harus diperjelas. Setiap hari Diana menghubungiku, menanyakan kabarku, mengajak makan siang. Dan yang paling horror, dia pernah nekat menunggu di lobby untuk mengajakku makan siang. Untungnya Winda masih berbaik hati menyiapkan bekalku. Tapi makan bekal sendirian membuatku merasa aneh.
.
“Di, nanti malam ada waktu untuk makan malam?” Tanyaku pada Diana melalui telepon.
“Selalu ada untukmu sayang.” Jawab Diana.
“Oke, kita ketemuan di tempat aja ya. Aku langsung dari kantor. Nanti ku info alamatnya.” Kataku yang segera dioke-in oleh wanita di seberang sana.
.
Sejak perang dingin ini, aku lebih suka memperhatikan berkas-berkas di mejaku, lebih baik begitu kan daripada aku mencari pelarian yang negatif. Jadi aku pun kembali fokus pada pekerjaanku, tapi bayangan masa lalu dengan Diana berkelebat, mulai dari dikerjain kakak kelas saat MOS sama-sama hingga terpaksa berbagi makanan ketika tasnya tertinggal di taksi yang kami tumpangi saat di Australia dulu.
.
Diana anak yang cerdas dan ramah, namun dia memiliki rambut kecoklatan. Neneknya keturunan Belanda, mewariskan rambut coklat pada Diana. Hal ini kerap membuat Diana ditindas. Banyak anak perempuan yang iri pada Diana karena selain pintar, dia cantik dan dari keluarga kaya. Mungkin itu sebabnya Diana enggan kembali ke Indonesia setelah dia mendapat Permanent Residence.
.
Aku kembali ke pekerjaanku agar segera selesai. Aku harus menyelesaikan masalahku dengan Diana, baru kemudian aku akan menyelesaikan masalahku dengan Winda.
.
Diana melambaikan tangan padaku, senyumnya merekah, matanya berbinar seperti anak kecil yang mendapat balon.
“Honeeeey.” Sapa Diana ketika aku duduk di depannya.
“Sudah pesan?” Tanyaku.
“Yes, aku pesan untuk kamu juga.” Jawabnya. Aku menarik sebelah alisku.
“Kamu pesankan apa?” Tanyaku penasaran.
“Iga bakar donk, sama es jeruk.” Jawabnya sambil tersenyum penuh kemenangan karena masih ingat makanan kesukaanku. Aku mengangguk-anggukkan kepala.
.
“Tadi aku ketemu sama Tiana di mall, dia udah punya anak kembar lho. Kamu inget kan waktu SMA Tiana itu modis banget, selalu tampil cantik dan fresh, tadi dia curhat udah susah perawatan, boro-boro ke salon, mandi aja kadang dia lupa.” Dia bercerita dengan sangat semangat. Ya aku masih ingat Tiana, dulu Dimas sempat naksir Tiana, tapi kemudian dia mundur karena terlalu banyak saingan. Aku tersenyum mengingat ketika aku harus menghibur Dimas berhari-hari karena patah hati.
.
Sekilas aku melihat seorang wanita yang mirip Winda sedang berjalan keluar mall dengan pria mirip Keinan, sepupuku. Aku ingin menghubunginya memastikan apa yang ku lihat, tapi aku ingat dia belum ingin diganggu.
.
“Kapan kamu balik ke Australia?” Tanyaku berusaha fokus kembali pada tujuanku bertemu dengan Diana.
“Yoga, aku mau disini sama kamu aja.” Jawabnya. Aku mempersiapkan diri untuk menerima histerianya setelah ini.
“Di, aku sudah menikah.”
.
“Yoga, aku tau, kamu dijodohin kan sama orangtua kamu. Kenapa kamu mempertaruhkan masa depanmu seperti itu sih Ga? Aku kenalnya kamu orang yang realistis, bahkan kamu bukan orang yang mudah dibujuk, apalagi dipaksa.” Diana mulai mengkonfrontasi keputusanku.
.
“Aku sudah berkomitmen, Di.” Ucapku tegas, Diana mendengus kesal.
“Kamu cinta sama dia?” Pertanyaan Diana menohok hatiku. Apakah aku mencintai Winda?
.
“Aku membuka hatiku untuk istriku.” Jawabku.
“Istrimu mencintaimu?” Lagi-lagi dia memberi pertanyaan yang menusuk. Jujur, aku tak tau apakah Winda mencintaiku atau tidak.
.
“Hubungan kami mungkin memang belum berlandaskan cinta, Di. Tapi aku belajar untuk menerima istriku, memegang komitmen yang sudah kuucapkan di depan Ayahnya, di depan Tuhan.” Aku menatap tajam pada Diana, dia tampak menunggu kelanjutan penjelasanku. Tapi aku memilih untuk diam sambil menikmati iga bakar yang baru saja diantar oleh pramusaji.
.
“Apa dia istimewa, Ga?” Tanya Diana tiba-tiba, terpaksa aku melepaskan perhatianku dari iga bakar. Aku merasa Diana menunjukkan gejala cemburu terhadap istriku. Bertahun-tahun pacaran dengan Diana membuatku menghafal rumusan kode wanita di hadapanku demi kedamaian dunia.
.
“Di, Winda bukan kamu, kalian berbeda. Mungkin kamu lebih menyenangkan sebagai teman hidup, karena Winda adalah pekerja keras dan tegas. Kalau kamu, feminism, cantik, stylish, up to date terhadap fashion. Sedangkan Winda, karena dia pekerja keras, dia tidak memperhatikan mode, focus dia pada masa depan. Jika aku egois, mungkin aku akan memilih kembali padamu. Tapi aku nggak ingin menjadi pria pengecut yang mengingkari komitmenku sendiri. Aku malu pada Tuhan Di kalau main-main dengan ijabku. Dan aku mohon, jangan jadikan dirimu sebagai perusak rumah tanggaku, Di.” Aku berusaha menatap Diana dengan lembut karena mata Diana sudah mulai berkaca-kaca setelah mendengar penjelasanku.
.
“Kamu adalah bagian dari masa laluku, Diana. Winda adalah bagian dari masa depanku. Aku masih ingat semua kenangan tentang kita, Di. Sejak MOS sampai aku mengajakmu ke Indonesia untuk menikah. Semua masih bisa aku ceritakan dengan lancar. Aku tidak berusaha melupakanmu, dan juga kenangan kita, karena bagaimanapun kamu pernah memiliki peran dalam kehidupanku, dan menjadikanku seperti ini, aku percaya rencana Tuhan adalah yang terbaik untuk kita. Kalau aku ditanya apakah aku masih menyayangimu, ya aku masih sayang, tapi dengan tegas aku katakan pada diriku bahwa rasa sayang itu adalah hanya sebatas teman, aku gak mau terbawa emosi untuk menyalakan api asmara kita. Maafkan aku Diana karena aku melukai perasaanmu.” Diana menghapus air matanya, sepertinya dia mulai menerima penjelasanku.
.
“ Kamu tetap logis ya, Ga. Oke, aku paham, tapi aku memberimu waktu 3 hari, untuk mempertimbangkan lagi keputusanmu, barangkali kamu berubah pikiran. Dan aku juga penasaran  sama istri kamu yang membuat kamu alim dan bilang aku bukan muhrim.” Kata Diana sambil tersenyum.
.
Flashback Selesai
.
Aku tersenyum kecut mengingat pertemuanku dengan Diana. Dia ingin bertemu dengan istriku, sedangkan istriku berencana menceraikanku. Aku melajukan mobilku dengan perlahan, tujuanku hanya satu. Tempat yang menurutku akan memberiku pencerahan dan kenyamanan.
.

Untuk *Keluarga Hebat Indonesia*
.
*Salam Hebat Penuh Semangat*
.
.
Yang nanya kapan tamatnya? Insya Allah untuk cerita ini ada 5 part, jadi tinggal 2 hari lagi ya.. 😘


Kewarasan Ibu rumah tangga

FLP Banten

Sebagai seorang ibu Rumah Tangga, beberapa hal yang harus  saya renungkan, pikirkan, alasan kenapa seorang ibu yang kerja di ranah domestik harus bahagia

Untuk ibu yang bekerja di ranah domestik (seperti saya) bahagia itu wajib, pekerjaan rumah jadi lancar, bayangkan aja kalau lagi emosi memuncak dan burn out, cuci piring aja bisa pecah semua.

Bahagia membuat ibu bersemangat melakukan banyak hal salah satunya mempersiapkan menu makan anaknya, membersamai anak anaknya.

Bahagia membuat ibu bisa berpikir logis dan Bahagia itu membuat badan sehat, seorang ibu harus sehat, saya merasakan saat sakit, rasanya sedih tidak bisa dekat  dengan anak anak. Enggak bisa maksimal mengasuh anak, suami.

Dan lalu muncul pertanyaan, bagaimana supaya saya, khususnya kita para ibu bahagia?
Apakah hanya di manja suami saja? atau apa?

Menurut saya, membuat diri bahagia itu penting. Membahagiakan diri bukan berarti merubah diri.menjadi orang yang EGOIS, yang tidak perduli dengan kebahagiaan orang lain. Sebenarnya kita ( Ibu yang bekerja di ranah domestik) bisa.membahagiakan diri kita sekaligus Orang lain lho.

Diri kita itu penting, penting banget. Mulai sekarang yuk kita membuat diri kita bahagia.

Salah satu yang saya lakukan untuk membahagiakan diri adalah bertemu dengan orang orang yang mempunyai semangat besar.

Salah satunya adalah komunitas menulis.

FLP, Forum Lingkar Pena wilayah Banten adalah komutis menulis yang saya pilih untuk melengkapi kebahagiaan saya sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik.

Dengan mengikut kegiatan yang di selenggarakan FLP, membuat saya makin berbinar. Apalagi dengan Narasumber yang keren keren, ada Bunda ina inong yang wooow sekali beliau ini. Tips super keceh tentang dunia blogger bikin saya ingin menghidupkan blogg saya yang mati suri Hehhe.

Ada juga kang Tebe iyus, Seorang fotografer. Mengenalkan kita, apa sih fotografi itu? jepretan yang bagus itu macam apa? Tehknik pengambilan poto. Belum lagi anggotanya yang rame. Membuat belajar gak jenuh, gak ngantuk 😅

Ini adalah BAHAGIA. Menghabiskan sisa waktu di sela kesibukan sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik, menghabiskan waktu bersama orang orang yang saling mendukung.




Tanpa saya sadari, mereka menyemangati saya untuk mencapai mimpi, mereka mendorong saya bangkit dari keterpurukan, dan yang terpenting mereka mencintai saya apa adanya.

Sudah tidak ada alasan lagi ibu yang bekerja di ranah domestik tidak dapat bergaul, tidak dapat berkarya apalagi tidak dapat bahagia.

Buang jauh jauh deh pikiran itu..

i’m sending a big hug to all moms…. apapun masalahmu.. IBU HARUS BAHAGIA !!!

#Bukan pertemuan terakhir

#FLPBanten

#Emakmaubelajar


Minggu, 22 April 2018

Haru Biru Rumah Tanggaku (Part 2)


Winda POV (Point Of View)
.
Aku berusaha menetralkan debaran jantungku yang kurang kooperatif. Aku memberi sugesti positif dan itu cukup membuatku lebih tenang. Aku berjalan menuju café di seberang kantor. Niatku datang mengajaknya makan siang lebih awal karena aku bosan makan di kantor, aku ingin mengajaknya makan di taman. Pekerjaan akhir tahun di bagian keuangan itu sangat melelahkan.
.
Saat aku menunggu secangkir kopi yang sudah ku pesan, seseorang duduk di depanku. Keinan, saudara sepupu Yoga. “Kosong kan? Dari pada diduduki jin, lebih baik ku duduki.” Kata Keinan. Aku dan Keinan seumuran, bahkan kami teman sejak SMA. Cukup mengejutkan Keinan yang heboh memiliki sepupu yang kalem seperti Yoga.
.
“Tumben gak makan bareng suami tercinta?” Tanya Keinan sambil menatap kotak bekalku. Aku mendengus kesal, aku sedang berusaha melupakan kejadian tadi, Keinan dengan entengnya mengingatkan.
.
“Kei, apa kamu kenal sama teman Yoga yang namanya Diana?” Tanyaku. Sekretarisnya tadi bilang bahwa tamu suaminya bernama Diana, dan Diana sedang berpegangan tangan dengan suaminya. Ini menjengkelkan. Apa kah aku sudah jatuh cinta pada Yoga? Ah tidak, sepertinya karena ego seorang Istri merasa terganggu.
.
“Diana, kalau gak salah Diana itu mantan pacarnya Mas Yoga.” Jawab Keinan. Aku semakin penasaran dengan ceritanya. “Terus gimana hubungan mereka sampai putus?” Tanyaku, sepertinya aku menggali kuburanku sendiri dengan bertanya seperti ini.
.
“Dari SMA sampai kuliah mereka pacaran. Waktu Prom Night, mereka jadi Best Couple. Diana juga anak yang pinter walau bandel, tapi dia masih nurut sama Yoga. Itu yang membuat mereka terus bersama sampai memutuskan kuliah di Australia. Diana mendapat Permanent Residence, jadi males balik sama Yoga. Padahal Yoga serius mau melamar Diana, tapi syaratnya mereka harus tinggal di Indonesia. Ya udah deh mereka putus. Emang kenapa sih Win?” Tanya Keinan.
.
“Diana udah pulang, kayaknya ngajak balikan deh.” Jawabku sambil menunduk.
“Wah, CLBK donk Mas Yoga?” Seru dia terkejut. Aku menatap Keinan sambil menahan air mata, ku gigit bibir bawahku untuk menahan isakan.
.
“Kayaknya gue salah ngomong ya Win?” Tanya Keinan yang ku jawab gelengan kepala. Aku berusaha memberi Keinan senyuman agar dia tidak salah tingkah di depanku.
.
Keinan yang panik melihatku hampir menangis berusaha menghiburkan dengan kekonyolan-kekonyolannya. “Win, aduh, jangan nangis donk. Ada satpol PP tuh, ntar dikira gue udah pukulin elo lagi. Win, masa depan gue berharga Win, jangan nangis. Ntar gue beliin martabak manis kesukaan elo deh.” Bujuk Keinan, bujukannya sangat tidak lucu, tapi ekspresinya sangat lucu.
.
“Gimana kalau gue bilang elo hamilin adek gue tapi elo gak mau tanggung jawab?” Tanyaku.
Keinan melongo dan menoleh ke sekelilingnya. “Astaga Winda, aku bukan laki-laki seperti itu walau pacarku banyak. Tega nian dirimu menghancurkan masa depan Keinan yang tampan dan rupawan ini.”
.
Jawaban dan wajah pucat Keinan membuatku tertawa terbahak-bahak. “Win, adek lo kan cowok semua?” Tanya Keinan. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum senang karena sudah ngerjain Keinan. Keinan memang konyol, tapi dia sangat menjaga citranya di depan umum.
“Gue balik ke kantor dulu ya Bro.” Pamitku pada Keinan.
.
Hari ini aku ingin menenangkan diri ke rumah Mama. Ku kirim pesan pada Mama member tahu bahwa aku ingin menginap. Mama bertanya apakah aku datang bersama suamiku, kemudian ku jawab aku datang sendiri.
“Jika kalian ada masalah, selesaikan, jangan kabur. Kalaupun butuh waktu untuk sendiri, tetaplah tinggal di rumah suamimu.” Begitu pesan Mama.
.
Jadi disinilah aku, kembali ke rumah, menyiapkan makan malam, kemudian masuk ke kamar. Bukan kamar yang biasa aku pakai bersama Yoga, tapi di kamar tamu. Aku butuh waktu dan ruang sendiri. Aku sudah meminta pada Yoga melalui pesan singkat untuk tidak menggangguku sementara waktu. Untungnya Yoga cukup kooperatif dengan itu semua. Tapi, disisi lain, aku merasa ada bagian tubuhku yang sakit, aku tak tau harus minum obat apa agar sakit ini menghilang.
.
Rumah ini menjadi sangat sepi karena masing-masing penghuninya tinggal di kamr masing-masing. Yoga tidak berusaha untuk menjelaskan padaku, dan aku pun enggan berbicara dengannya. Sudah seminggu rumah ini kehilangan nyawanya, entah sampai kapan.
.
“Aku mau cerai aja Mbak dari Yoga.” Kataku kepada kepala cabang yang menemaniku makan siang. Kenapa masalah ini justru muncul di akhir tahun sih?
“Kenapa? Apa nggak bisa diselesaikan dulu? Mungkin Cuma salah paham.” Jawab Mbak Elly.
.
“Kemarin waktu aku belanja aku melihat Diana dan Yoga makan berdua di mall. Diana menatap suamiku penuh cinta,  Yoga tersenyum pada Diana. Untungnya pernikahan kami tanpa landasan cinta, jadi mungkin perceraian akan lebih mudah bagi kami.” Kataku sambil menatap langit-langit café.
“Cemburu Win?” Mbak Elly melirikku, aku merasa diejek saat ini.
“Nggak Mbak, aku susah untuk jatuh cinta. Aku Cuma merasa harga diriku sebagai istri dijatuhkan karena Yoga selingkuh.” Jawabanku ini membuat Mbak Elly tertawa terbahak-bahak hingga memancing perhatian pengunjung café. Aku hanya mampu member tatapan tajam agar wanita di depanku berhenti tertawa, untungnya wanita itu sangat peka dan menutup mulutnya.
.
“Winda-Winda, kamu tuh udah jatuh cinta sama suamimu. Kamu baru terasanya sekarang.” Tanggapan Mbak Elly membuatku berpikir. Apakah aku mencintai suamiku? Lagi-lagi aku menggigit bibir bawahku. Ku alihkan pandanganku pada langit-langit café yang berwarna hijau muda, nyaman rasanya melihat warna hijau ini.
.
“Oke, kalaupun memang aku mencintainya, dia tidak mencintaiku. Untuk apa aku harus mempertahankan sesuatu yang tidak imbang Mbak?” Tanyaku.
“Pikirkan lagi, menjadi janda itu nggak enak. Lagian darimana kamu tau dia nggak cinta sama kamu?” Mbak Elly balik bertanya. Aku berpikir sejenak.
.
“Aku bisa mandiri kok tanpa laki-laki, selama menjadi istri aku juga mengerjakan semuanya sendiri, aku tetap berpenghasilan. Aku akan menggugat cerai. Aku gak mau menjadi penghalang cinta mereka. Dan untuk masalah cinta, selama kami menikah, selama 6 bulan ini, kami nggak pernah membicarakan tentang cinta.” Jawabku pada Mbak Elly ketus.
.
“Kamu yakin bisa hidup sendiri?”
“Mbak Elly, aku wanita yang mandiri dan bebas untuk berpendapat, kalau Yoga selingkuh dengan Diana, aku berhak untuk mengajukan gugatan. Emansipasi wanita Mbak, memangnya wanita harus dijajah terus sama pria? Aku harus rela jadi obyek penderita?” Tanyaku. Mbak Elly tersenyum sambil mengaduk-aduk milkshake di depannya.
.
“Jangan membawa emansipasi dalam emosimu Win. Kamu yang sekarang justru menunjukkan fitrahmu sebagai wanita. Emansipasi memberi kita hak yang sama dengan para pria, tapi tidak bisa menghilangkan fitrah kita sebagai wanita.” Mbak Elly meremas tanganku.
“Di rumah aku melakukan tugas seorang istri kok Mbak, memasak, dan lain sebagainya juga.” Aku berusaha membela diri.
.
“Bagus itu, kamu bisa menjadi wanita karir dan istri dengan baik. Tapi bukan itu yang ku maksud. Secara fitrah, otak kita lebih emosional daripada pria, sedangkan pria adalah makhluk logika. Itulah kenapa Allah menciptakan kita berpasangan, sayang, untuk saling melengkapi, saling menguatkan, menyeimbangkan kehidupan kita di dunia dan menjadikan Pria sebagai pemimpin kita, pelindung kita dan kita sebagai wakil pemimpin sekaligus pemberi rasa nyaman pada pria.” Mbak Elly menatapku tajam dibalik kacamatanya. “Win, kamu sedang sangat emosional, pulanglah, bicarakan dengan suamimu.”
.
Aku menundukkan kepalaku. Aku emosional? Ya memang. Aku berbicara dengannya? Entahlah. Akan kuputuskan nanti sesampainya aku di rumah.
.
Samar-samar ku dengar mobil Yoga berhenti di garasi. Biasanya dia segera mandi kemudian makan malam. Aku tak mau menunda lagi, walaupun wanita, aku harus tegas.
“Aku mau bicara.” Kataku ketika melihat Yoga sudah selesai makan malam. Yoga membereskan piring kotornya dan mengikutiku menuju ruang tamu.
.
“Aku tidak akan menjadi penghalang cintamu pada Diana, kita terjebak dalam hubungan pernikahan yang entah apalah ini, jadi aku..” Aku menarik nafas sangat dalam karena ternyata berat sekali ketika meminta cerai dari suami yang ternyata ku cintai. “A-aku.. Aku pikir, lebih baik baik kita ber-bercerai saja. Setidaknya salah satu dari kita dapat berbahagia.” Akhirnya keluar juga dari bibirku.
.
Yoga terkejut dan menatapku dengan pandangan redup. Aku benar-benar berharap air mataku tidak jatuh saat ini. Yoga menundukkan kepalanya, “Apa alasannya?”
.
Aku terkejut mendengar pertanyaan Yoga. Dia mengangkat kepalanya dan menatapku, masih dengan tatapan yang redup. “Pengadilan pasti meminta alasan kenapa bercerai.” Yoga berusaha menjelaskan pertanyaannya sebelumnya.
.
Aku tidak berpikir tentang ini. Alasannya apa aku bercerai? Tentu karena Yoga CLBK dengan Diana kan? Tapi apa itu harus aku ungkapkan di depan hakim? Aku merasa itu sangat memalukan jika aku diselingkuhi, dan juga menyakitkan.
.
Tiba-tiba Yoga berdiri, “Akan ku urus besok.” Katanya sambil meninggalkanku. Dia keluar dari rumah malam itu, tinggal aku sendiri yang sudah tak kuasa menahan air mata.
.
(bersambung)
.
*Keluarga Hebat Indonesia*

Haru Biru Rumah Tanggaku (Part 1)


.
Ku buka perlahan pintu kamar agar tak membangunkan istriku yang sedang terlelap. Kamar sudah gelap, ku edarkan pandanganku ke atas tempat tidur. Tapi tak ku lihat tanda-tanda kehidupan disana. Apa istriku belum di kamar? Tapi ruangan lain tampak sepi.
.
“Baru pulang Bos?” Suara seseorang dari balkon, tampak wujud istriku sedang berdiri disana. Kakiku mengayun mendekati wanita yang secara hukum dan agama menjadi istriku sejak 6 bulan yang lalu.
.
“Ya, kamu belum tidur?” Tanyaku yang dijawab oleh senyuman. Dia mengulurkan cangkir padaku, aroma coklat menembus otakku.
.
“Kalau aku tidur, aku nggak berada disini, Ga.” Jawabnya sambil menatap langit. Bulan purnama rupanya. Aku mengambil bungkusan yang tadi ku letakkan di meja dekat tempat tidur dan menyerahkan pada Winda.
.
“Apa nih? Hangat.”Tanya Winda seraya membuka kotak yang aku berikan padanya.
“Terang bulan.”Jawabku singkat.
“Ga, ini nggak kayak terang bulan. Lihat bulan diatas sana, bulat kan. Lha ini Cuma setengah bulat lho. Harusnya namanya bulan separuh.” Katanya sambil mengambil sepotong terang bulan. “Ini namanya martabak manis.” Komentarnya lagi. Aku hanya tersenyum.
.
Winda dan aku menikah bukan karena sebelumnya kami pacaran atau teman kerja. Kami dijodohkan oleh orangtua kami. Konyol ya, masih jaman aja dijodohin. Aku mungkin akan menolak perjodohan ini jika bukan Winda yang direkomendasikan oleh orangtuaku.
.
Aku mengenal Winda sebagai karyawan kantor sebelah yang hampir setiap hari beli terang bulan sebelum pulang kerja. Aku suka terang bulan alun-alun kota, Winda pun sering beli disana. Dari sana aku sering memperhatikannya. Kadang kami mengobrol sambil menunggu pesanan kami siap, dari obrolan itu aku tau orangtua Winda suka terang bulan.
.
Aku memandang Winda sebagai wanita mandiri, tangguh, kuat. Ketika teman-temannya diantar pacar mereka, Winda memilih untuk kemana-mana sendiri. Tak tampak rasa iri dari mata Winda ketika dia melihat teman-temannya bersama pacar masing-masing. Dari situ aku menganggap dia menarik.
.
Setelah acara perjodohan yang mendadak 8 bulan yang lalu, aku dan Winda bertemu untuk membicarakan masalah ini. Walau dijodohkan, kedua orang tua kami tidak ingin memaksa, keputusan tetap ditangan calon mempelai. Tak ku sangka Winda setuju, dan kami mulai sibuk mempersiapkan pernikahan kami. Walaupun saat itu belum terasa getaran cinta diantara kami, kami tetap ingin resepsi pernikahan terbaik.
.
“Yogaaaaa.. Ngelamun apa sih?” Pertanyaan Winda membuyarkan lamunanku.
“Apa sih Win? Berisik tau.”Jawabku.
“Salah sendiri ngelamun, dari tadi aku bilang, cepet mandi trus tidur.” Kata Winda. Aku membalas kata-kata Winda dengan tindakan nyata. Aku masuk ke kamar mandi dan segera membersihkan diri. “Ga, makan nggak?” Teriak Winda dari luar kamar mandi. “Nggak, makan martabak manis aja kenyang.” Jawabku dengan berteriak juga. Dia benar-benar suka bicara dengan keras, berbeda sekali dengan diriku yang lebih nyaman untuk diam.
.
Menjadi anak sulung membuat kami harus mandiri, tangguh, kuat, siap menerima tantangan. Kami sama-sama mandiri dan pekerja keras. Setelah menikah, kami hanya cuti 3 hari, itupun di rumah kami menyelesaikan pekerjaan kantor. Kami memiliki prinsip bahwa menjadi sulung berarti menjadi seorang leader, teladan bagi adik-adik kami.
.
Pagi hari Winda selalu menyiapkan sarapan. Aku kagum padanya. Posisinya sebagai manajer tak membuatnya melupakan pekerjaan rumah tangga. Bahkan Winda masih sempat membawa bekal untuk kami makan saat di kantor. Hari ini dia membuat bekal nasi goreng terasi yang aromanya sungguh sangat menggoda.
.
Setelah mengantar Winda ke kantornya, aku menuju ke kantorku yang hanya berjarak 100 meter dari kantor Winda. Itulah sebabnya kami sering makan siang bersama. Aku sudah meminta Winda untuk pindah ke kantorku, tapi dia menolak karena memiliki tanggung jawab di kantornya yang sekarang. Tuh kan, Winda memang keren.
.
“Pak Yoga, ada tamu, katanya teman kuliah Bapak di Australia.” Kata sekretarisku. Aku mengangkat wajaku dari gunungan berkas yang sudah menantikankan perhatianku. Aku melirik ponselku, tidak ada pesan masuk. Teman-temanku selalu memberi kabar ketika akan ke kantor.
.
“Suruh masuk aja.” Jawabku. Sekretarisku mengangguk dan menutup pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka lagi, dan aku terkejut melihat sosok yang ada di depanku hingga tak sadar aku membuka mulutku dengan lebar.
.
“Honeeey, aku pulang.” Kata wanita itu sambil berjalan ke arahku.
“Diana? Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanyaku sambil berdiri. Wanita di depanku tersenyum sambil melipat tangan di dadanya.
“Mencarimu donk cinta.. Aku sadar aku nggak bisa hidup tanpa kamu.” Jawab Diana.
“Tunggu, bukannya kamu sudah pacaran sama Albert, roommate ku?” Tanyaku sambil tetap berdiri dengan memasukkan tanganku ke dalam saku. Aku berusaha menenangkan diriku, aku gelisah, karena Diana, masa laluku, datang kembali disaat aku merangkai masa depanku.
.
Diana mengambil tanganku dan menggenggamnya erat-erat. “Albert, dia pria yang payah. Dia tidak memperlakukanku dengan baik. Aku sadar itu karma ku karena menolak ketika kamu ingin mengajakku ke Indonesia. Tapi aku akan memperbaiki semuanya, lihat, aku sekarang di Indonesia.” Jelas Diana sumringah dan menautkan jari jemari kami.
.
Bersamaan dengan itu pintu terbuka dan wajah Winda berada di balik pintu itu. Kejadian ini benar-benar mirip dengan sinetron yang ditonton Mama di rumah. Aku masih terkejut melihat kedatangannya yang lebih cepat dari jam makan siang. Hingga aku tak sadar bahwa tanganku dan tangan Diana masih berpegangan sampai Winda melirik kesana.
.
“Ah, maaf Pak saya tidak tau ada tamu.” Kata Winda sambil menutup pintu. Aku ingin mengejarnya, tapi Diana menarik tanganku. “Diana, jangan tarik tanganku, bukan muhrim kau tau?” Tanyaku sambil menatap tajam padanya. Bukannya takut, dia malah tersenyum senang. “Aku kangen tatapanmu itu.” Jawab Diana. Aku mengambil ponselku dan memencet nomer sahabatku, Dimas dan Eko.
.
(bersambung)
.
*Keluarga Hebat Indonesia*

Rabu, 18 April 2018

My Heart Is Broken


Namaku Hari. Tahun ini aku menjadi anak SMP. Bangga sekali rasanya ketika pertama kali menggunakan seragam putih biru ini. Aku merasa lebih dewasa. Kehidupan sekolahku biasa-biasa saja, mayoritas anak cowok di kelasku senang ngobrol tentang hal-hal mesum, dan ini membuatku risih sekali.
.
Dan murid-murid ceweknya….., Ah jangan berharap aku akan ngobrol dengan teman sekelas yang cewek ya. Kalau teman-teman cowok tau aku ngobrol dengan anak cewek, bisa hancur masa SMP ku karena ditindas mereka.
.
Tapi sejujurnya aku sering ngobrol dengan seorang anak perempuan, namanya Luna. Kami sering bertemu di perpustakaan sekolah. Aku sering kesana karena menggunakan fasilitas internet gratis perpustakaan. Aku suka sekali membaca di internet, entah itu ilmu pengetahuan atau sekedar chatting dengan sesama penggemar Marvel. Apalagi sebentar lagi film Avenger akan segera tayang, semakin semangat aku mengikuti kegiatan di forum.
.
Luna juga suka berinteraksi lewat dunia maya. Sayangnya dia tidak terlalu suka dengan Marvel, dia suka sekali dengan anime. Jadi dia suka membaca komik atau menonton anime ketika di perpustakaan. Luna pernah bilang ingin sekolah di Jepang agar bisa ikut cosplay. Ya, akupun ingin ikut acara offline para penggemar Marvel. Sayangnya papa terlalu sibuk untuk mengantarku keluar kota.
.
Selain Luna, juga ada si kembar Diko dan Dino. Mereka penggemar DC Comic, kami sering membandingkan Marvel dan DC Comic, tapi itu tidak membuat persahabatan kami renggang. Kami bertiga berencana akan menonton film Avenger terbaru akhir bulan april. Kebetulan kakak si kembar yang bernama Dimas adalah wiraswasta, jadi kami bisa minta antar untuk menonton bersama. Kalau Kak Dimas, dia suka DC Comic maupun Marvel, tapi tidak terlalu fanatik, hanya sebatas suka.
.
Papaku bernama Hendarso. Tahun lalu kami masih tinggal serumah. Namun sejak awal tahun 2018, papa harus bekerja di luar kota agar pangkatnya naik. Kalau mamaku bernama Cahyani, ibu rumah tangga yang memiliki toko kebutuhan rumah tangga. Aku memiliki dua adik, yang satu masih SD bernama Nadia, yang satu lagi bernama Arza yang masih TK. Itulah sebabnya mama nggak bisa antar aku kemana-mana. Kalau pergi sendiri, jelas tidak boleh. Kadang aku merasa mama terlalu membatasi pergaulanku.
.
Menjadi anak sulung ternyata rasanya tidak menyenangkan, karena mama selalu bilang aku harus menjadi contoh bagi adik-adikku. Yang membuatku bingung, apa yang harus aku tampilkan pada adik-adikku? Kadang aku merasa orang dewasa terlalu banyak menuntut hal yang membuat anak seusiaku bingung. Daripada menanggapi tuntutan tersebut, aku lebih suka diam dan membaca di internet.
.
Akhirnya hari ujian nasional kakak kelas dimulai minggu depan. Walau matahari panas sekali, aku sangat bersemangat hari ini. Aku sudah membayangkan seminggu kedepan aku bisa puas berselancar di internet dan mengobrol dengan teman-temanku di dunia maya.
.
Kriiiinggggg…., Akhirnya Jam sekolah usai.
.
Aku tak sabar untuk pulang sekolah. Aku segera mengayuh sepedaku dengan tenaga yang tersisa di tengah paparan sinar matahari siang itu. Terlihat Luna di depanku juga sedang mengayuh sepedanya yang berwarna pink kesayangannya dengan santai.
.
Saat aku menoleh ke belakang, tak tampak teman sekolahku yang lain. Sehingga aku mengayuh sepedaku lebih cepat hingga sejajar dengan sepeda Luna. Telingaku mendengar suara lirihnya sedang bersenandung sebuah lagu bahasa jepang.
“Luna, Apa kegiatanmu saat liburan nanti?” Tanyaku sambil memelankan laju sepeda.
“Nonton anime donk, hahaha…aku sudah download di perpus dari kemarin, tinggal nonton aja deh di rumah.” Jawabnya terkekeh sumringah. “Kalau kamu?” Tanya Luna kepadaku.
“Biasa, chatting sama teman-teman. Infinity War sudah di depan mata.” Jawabku bersemangat.
.
Sayangnya jalan menuju rumah kami berbeda, sehingga kami berpisah di tengah jalan. Begitu sampai rumah, aku memasukkan sepeda ke garasi dan segera melepas sepatuku. Aku mendatangi toko mama untuk mencium tangan.
“Bagaimana sekolahnya?” Tanya Mama.
“Baik, Ma.” Kataku sambil membuka kulkas toko dan mengambil es lilin kacang hijau kesukaanku. Panas-panas begini, makan es lilin sambil chatting pasti seru pikirku.
“Ada PR Har?” mama Tanya lagi. Aku menggelengkan kepala karena aku sedang makan es lilin. “Kamu belajar yang rajin, biar pinter. Kamu kan contoh untuk adik-adik kamu. Jangan main di internet terus.”
.
Mama mulai lagi memberi nasehat-nasehat bagaimana menjadi kakak yang baik. Kadang aku males mendengarkan nasehat ini yang intinya aku harus jadi anak baik agar dicontoh oleh adik. Aku Cuma mengangguk-anggukkan kepala karena malas menanggapi.
.
Mama memberi contoh sepupu-sepupuku yang lebih tua yang kata mama sudah sukses, aku harus bisa kayak mereka, bisa dapat kerjaan bagus. Kata mama, sepupuku itu dulu waktu masih muda jarang main internet makanya bisa sukses, padahal menurutku bisa saja dulu kesempatan mengakses internet sangat sulit. Jujur saja, aku sebal kalau harus disuruh mencontoh sepupu-sepupuku itu, aku nggak ingin seperti papa yang kerja di kantor sampai mau libur juga sulit, sekalinya libur masih mikir kerjaan. Kalau tentang sukses, aku ingin sukses seperti Tony Stark. Dia orang yang kaya dan cerdas menurutku.
.
Akhirnya, setelah 30 menit aku mendengarkan nasehat mama tentang kesuksesan dan internet, aku meminta ijin untuk masuk. Aku merasa suasana udara di dalam toko lebih panas daripada diluar toko, hahaha. Aku masuk ke kamar dan menyalakan kipas angin untuk mengurangi hawa panas yang kurasakan.
.
Sebelum aku melepas seragam pramukaku, aku menyalakan komputer. Tadi saat di sekolah, aku sekilas mengintip di forum, mereka membicarakan presale tiket infinity war. Jujur, aku benar-benar tak sabar untuk melihat film ini yang menurut berita tiket presale nya sangat laris.
“Lepas bajumu dulu Hari!” Kata Mama
“Iya Ma. Sebentar.” Jawabku.
“Sekarang!” Bentak Mama.
.
Aku mendengus kesal, kemudian menutup pintu kamar dan berganti baju secepat mungkin. Aku sudah tidak sabar untuk mendapatkan tiket infinity war. Apalagi beberapa teman di Malaysia sudah pamerkan tiketnya, semakin berdebar jantungku.
.
Setelah berganti baju, aku kembali duduk di depan monitor. Aku mulai mencari tentang presale tiket infinity war untuk daerah Indonesia. Aku baru menemukan untuk wilayah Jogja akan nonton bareng pada tanggal 25 April. Itu bukan hari minggu, papa tidak mungkin bisa cuti, apalagi untuk alasan nonton film.
.
Selagi aku fokus pada hasil pencarian di layar monitor, aku benar-benar tidak sadar mama sudah berdiri di samping kananku sambil menggendong Arza. Aku melirik mama kemudian aku fokus lagi ke monitor. Tiket ini sangat penting bagiku karena aku ingin menjadi yang pertama mendapatkan tiket ini di sekolah. Tak terbayang bagaimana respon Kak Dimas dan si kembar ketika aku berhasil mendapatkan tiket emas ini.
.
“Hari, Mama bicara sama kamu.” Kata Mama. Aku benar-benar terkejut, aku tak tau apa yang mama katakan sebelumnya, sehingga aku melongo. Aku tadi masih membayangkan mendapat tiket presale dan dikagumi oleh semua orang di sekolah. Ya pesona Infinity War memang menyebar pada semua siswa di sekolahku, termasuk pada yang bukan fanatic film Marvel.
.
“Mau sampai kapan kamu main internet?” Tanya mama sambil melotot ke arahku.
“Sudah dua jam kamu main internet! Sudah cukup!” Katanya lagi.
Aku melirik jam dinding di kamarku. Ternyata sudah 2 jam aku duduk di depan komputerku. Sungguh, aku malas berdebat dengan mama.
“Matikan komputer kamu sekarang atau Mama cabut sambungan internetnya.” Kata mama.
Ini yang membuatku malas berdebat dengan mama, mama selalu mengancam mencabut internet.
“Ma, kumohon, sebentar, aku mau baca ini sebentar.” Jawabku sambil menunjukkan sebuah artikel yang ku buka di monitor.
“Matikan komputermu sekarang Hari!”Bentak Mama.
“Tunggu sebentar, Ma!” Jawabku.
“Sekarang!!” Bentak mama dengan suara yang lebih tinggi.
“Nggak mau!” Aku membentak balik
.
Tiba-tiba mama mengambil keyboardku. Aku menatap mamaku yang masih berdiri. Aku tetap melanjutkan membaca artikel yang sudah ku buka.
“Hari, matikan komputernya sekarang.” Kata mama dengan suara lebih pelan dari tadi.
“Nggak mau!” Jawabku tanpa memelankan suara, aku sudah terlanjur kesal pada mamaku.
“Jangan berteriak Hari!” Bentak mama.
“Aku tidak teriak Ma!”Jawabku.
.
Mama berdiri di depanku dengan berkacak pinggang.
“Hari, matikan komputernya.” Kata Mama.
“Tidak Ma, aku masih belum selesai membacanya.” Aku mulai merengek.
“Mama tidak peduli.”Jawab Mama sambil mendekati colokan listrik utama di kamarku.
“Ma, kumohon jangan!” bulir air mataku sudah jatuh. Aku pantang menangis, tapi kali ini aku sudah tidak tahan lagi.
.
Tiba-tiba komputerku padam. Rupanya mama mencabut aliran listrik komputerku.
“Mama!!!” Aku semakin kesal pada mamaku. Aku masih menatap layar monitor yang menjadi gelap ketika mama berkata. “Kamu dilarang main internet selama seminggu!”
“Aku benci Mama!” Teriakku.
Aku menutup wajahku dengan kedua belah tanganku. Aku tak bisa menahan air mataku.
.
Aku terkejut dan melihat ke arah mama yang sedang duduk di samping kananku. Aku tak percaya dengan apa yang mamaku katakan, jujur, aku merasa sakit hati sekali kali ini. Mamaku tampak terkejut melihatku, aku menahan air mata yang hampir jatuh dari mataku, aku tak tau bagaimana ekspresiku sekarang.
“Kamu ketagihan internet Har. Kamu harus mengontrol internet, bukan internet yang mengontrol hidupmu!” Kata mama di sampingku.
.
Aku mengambil buku pelajaran di depanku dan ku sobek-sobek. Entah kenapa aku benar-benar kesal. Apalagi saat mama merebut buku itu dan melotot padaku. Aku meninggalkan mama, keluar dari kamar. Aku mengambil foto keluarga yang ada di dinding dan memecahkannya. Bahkan foto adik-adikku juga ku pecahkan.
.
Aku kecewa pada mama, sangat kecewa. Entah mana yang lebih menyakitkan, bentakan mama atau larangan menggunakan internet. Yang pasti, hatiku benar-benar sakit. Aku menatap ponselku, tidak ada jaringan wifi di rumah ini. “Mama kejam!!” Teriakku sambil membanting ponsel itu ke lantai.
.
Mama mendekatiku, wajahku terasa sangat panas sekali. Nafasku sesak dan jantungku berdegub dengan kencang. Aku menatap tajam ke arah mama. Mama mengambil hape di sakunya dan menelpon seseorang.
“Ya, dia ngamuk di rumah. Kita pindahkan saja sekolahnya.” Kata mama pada lawan bicaranya di telpon.
.
Aku terkejut mendengar kata-kata mama. Aku berlari ke dalam kamar dan ku banting pintu kamarku. Aku hanya bisa menangis dan menjerit di kamar karena aku benar-benar merasa diabaikan.
.
Mama membuka pintu kamarku tanpa permisi dan mengatakan hal yang menyakitkan, “Tahun ajaran baru, kamu akan pindah sekolah.” Aku hanya mampu berteriak diatas bantal.
.
Video ilustrasi, klik : https://youtu.be/AqzPcBesTH0
.
Dari *Bubu Baba* dan Kak *Candra Adhi Wibowo*
Untuk *Keluarga Hebat Indonesia*

Hati seorang istri seperti gelas?

Hati seorang istri seperti gelas?
.
Seorang suami menyesal setelah mentalak 1 istrinya lalu menelpon, "Sayang, maafkan aku. Aku mau rujuk padamu."
.
Istrinya menjawab, "Di dekatmu ada gelas?"
.
Suami: "Hah, gelas? Tidak ada. Kenapa?"
.
Istri: "Kalau begitu pergi ke dapur dan ambil sekarang."
.
Suami: "Kayaknya kamu udah gak beres. Tapi gak apa-apa, aku ambilkan."
.
Istri: "Lemparkan gelas itu ke lantai."
.
Suami: "Sudah saya lempar."
.
Istri: "Sekarang kembalikan gelas itu seperti semula, gak mungkin kan? Begitu juga hatiku."
.
Suami: "Gelasnya tidak pecah sayank, karena gelas plastik."
.
Istri: "I-iiiiih.... ya udah habis Subuh cepetan jemput aku."😂😂😂
.
Nah kalau ada masalah rumah tangga dan masalah anak sebaiknya gabung di grup Keluarga Hebat Indonesia 😂

Jumat, 13 April 2018

Aku, Kau dan Dia (Part 2 )

Kau Aku dan Dia (Part 2)
.
.
Catatan Penulis : Kali ini saya menggunakan sudut pandang Sofia ya.
.
Rudi masuk ke ruang tamu dengan wajah muram, wajah yang selalu ku lihat dari CCTV. Dari yang ku amati dari CCTV, dia suka permen karet, jadi aku pun mengkonsumsi permen ini saat menunggunya. Entah kapan terakhir kali aku makan permen karet. Aku beruntung tidak menggunakan gigi palsu sehingga aku tidak was was saat meniup balonnya.
.
“Duduk Rud.” Kataku sambil tersenyum. Dia duduk di tepi sofa dan mengawasiku makan permen karet. “Mau?” Tawarku. Dia mengambil satu dan memakannya. Dia tidak tersenyum saat makan permen karet itu. Malah dia melihat ke depan, kosong. Sepertinya dia melamun.
.
“Mikir apa Rud?” Tanyaku santai. Dia menggeleng-gelengkan kepala. “Ada acara khusus setelah pulang sekolah?” tanyaku lagi. Dia menggelengkan kepala lagi. “Oh iya, saya Sofia, ketua yayasan disini. Kamu boleh memanggil saya Kakak kalau kamu mau.” Dia menatapku kemudian tertawa cekikikan. “Hey, kenapa kamu tertawa Rud?” Tanyaku ikut tertawa. “Bu Sofia kan sudah tua kok dipanggil Kakak?” Jawabnya masih dengan cekikikan. “Ya sudah deh, kamu panggil ibu juga gak apa.” Jawabku.
.
Rudi memundurkan duduknya. Ah, anak ini mulai nyantai nih. “Eh Rud, tadi sebelum kesini kamu main apa?” Tanyaku. “Nggak main apa-apa. Cuma duduk-duduk.” Jawabnya. “Emang kamu nggak suka main gitu?” Tanyaku. “Kalau di sekolah enggak, males. Aku sukanya main game online Bu.” Jawabnya.
.
“Waaah, kamu bisanya main apa?” Tanyaku penasaran. “Belum bisa sih Bu, masih belajar. Mau nya belajar AOV sama Mobile Legend.” Jawabnya. “Iiiih.. Itu kan susah Rud. Kamu kok suka sih main game itu?” Tanyaku.
.
Rudi diam dan menatap ke depan. “Rasanya seru kalau bisa naik level, dapat senjata, mengalahkan musuh. Lihat kakak-kakak yang main gitu, terus mereka tos kalau bisa menang di lomba. Oh iya, itu nanti ada lombanya dapat jutaan rupiah. Ada yang bisa dapat hape gratis, fotonya ada di majalah game.” Kata Rudi berapi-api, berbeda sekali dengan Rudi yang baru masuk tadi. Aku mengangguk-anggukkan kepala. “Sama siapa biasanya nonton pertandingan game?” tanyaku. “Mas Bayu, Mas Bayu itu anak SMA. Sudah boleh bawa motor. Jadi kalau ada pertandingan game aku minta ikut.” Jawabnya. “Ini boleh diminum?” Tanyanya sambil menunjuk segelas es coklat. “Boleh donk.” Jawabku.
.
“Kalau main AOV atau Mobil Legend, pernah kalah?” Tanyaku yang dijawab gelak tawa Rudi. “Aku kalah terus Bu.” Katanya. Walaupun dia bercerita bahwa dia sering kalah, aku menatap wajahnya masih penuh semangat. “Terus kenapa kamu nggak berhenti main?” Tanyaku penasaran. “Aku mau menang Bu, pokoknya mau menang. Mau level yang tinggi.” Jawab dia serius, tiba-tiba sorot matanya meredup. “Aku pengen kayak Kak Daniel. Dia yang kemarin menang. Semua bilang Kak Daniel hebat. Aku jadinya nabung, biar bisa beli senjata.” Katanya sambil menunduk.
.
“Kamu nabung dari uang jajan kamu? Beli permen karet, sisanya ditabung?” Tanyaku. Aku sangat menikmati wajah terkejut Rudi, matanya melotot dan bibirnya terbuka. Ah, aku merasa menjadi detektif.
.
“ Bu Sofia kok tau?” Akhirnya keluar pertanyaan ini. “Jadi benar ya?” Aku balik Tanya. “Ya memang aku beli permen karet biar bisa nabung. Selain itu, kata Kak Daniel, makan permen karet saat main game dapat meningkatkan konsentrasi.” Jawabnya santai. “Bu Sofia main game apa kok makan permen karet karet?” Tanyanya. Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Aku membuka ponselku dan membuka folder game. Ku tunjukkan game yang sedang aku sukai.
.
“Oh Township dan My Café. Cewek memang sukanya main begitu. Di pertandingan aku juga ketemu gamer namanya Kak Tania, dia juga hebat lho Bu. Coba Bu Sofia belajar main game Mobile Legend sama Kak Tania.” Komentarnya. “Kenapa nggak boleh belajar sama Kak Daniel bareng kamu?” Tanyaku. “Biasanya anak cewek maunya berteman dengan anak cewek.” Katanya sambil tersenyum mengejek. Otomatis aku tertawa terbahak-bahak.
.
“Bagaimana perasaan kamu kalau main AOV atau Mobile Legend.” Tanyaku. “Hhmmm, seneng.” Jawabnya. “Kamu pengen apa sih dari game ini.” Tanyaku lagi. “Pengen naik level, trus menang, kayak Kak Daniel.”Jawabnya tersenyum. “Orangtua kamu mendukung?”
.
Rudi menundukkan wajahnya, “Enggak, Papa sih cuek, kalau Mama marah-marah. Kadang mama matiin wifi, nyuruh aku belajar dan ngerjain PR.” Jawabnya dengan nada lelah dan jenuh. “Nilai kamu bagus Rud. Hebat kamu bisa main game sambil belajar dengan rajin.” Wajah Rudi berbinar bahagia ketika aku memujinya. Aku merasa semakin dekat dengan kesimpulan kasus kali ini. “Aku nggak mau kehilangan waktu main game kalau harus ikut ujian ulang Bu. Belum lagi mama, akan semakin marah deh.” Jawab Rudi santai.
.
“Rud, Bu Sofia juga suka main game. Sukaaa banget. Ada rasa bangga, merasa diriku ini hebat ketika level kota atau café Ibu semakin meningkat. Mendapat alat-alat baru juga. Setelah levelnya naik, rasanya pengen segera main lagi biar levelnya semakin naik Rud.” Ceritaku.
.
Rudi mendengarkan dengan seksama, kemudian berpikir. “Aku juga gitu Bu.” Jawab Rudi sambil menggangguk-anggukkan kepalanya.
.
“Kamu ingin jadi juara game kan?” Tanyaku yang dijawab anggukan kepala Rudi penuh semangat. “Kalau begitu kamu harus menjaga matamu Rud. Ibu khawatir langkahmu menjadi gamer internasional terhambat karena matamu sakit. Ibu memakai kacamata sejak masih SMP lho. Dan kadang mata Ibu terasa lelah yang menyebabkan sakit kepala. Nah kalau missal kamu pakai kacamata, terus kepalamu pusing ketika pertandingan game, wah Ibu khawatir kamu kalah Rud.” Ucapku dengan nada cemas. Rudi berpikir sambil menggoyangkan kakinya.
.
“Ibu akan menghubungi ibumu, agar ibumu tidak mematikan wifi lagi, tapi syaratnya kamu ikut kesepakatan. Kita buat kesepakatan nanti, Bu Sofia, Rudi dan Mama. Bagaimana?” Tanyaku. “Bu Sofia yakin mama mau? Mama tuh seperti monster kalau ngamuk Bu.”Jawab Rudi. “Saya akan berusaha membantumu Rudi, asalkan kamu juga mau dibantu. Jaga kesehatan diri dan mata kamu. Seorang pemenang itu harus bisa menjaga dirinya agar siap di medan perang. Bahkan mungkin nanti Bu Sofia bisa mengajak kamu dan Mama lihat pertandingan game.” Tawarku. “Mobile Legend apa AOV Bu?” Tanya Rudi semangat. “My Café donk.” Jawabku sambil terkekeh melihat Rudi cemberut.
.
“Kamu siap nggak Rud?” Pria kecil itu berpikir sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. “Oke.” Jawabnya.
.
Video itu berhenti. Aku menatap wajah Bu Tina dan Pak Farid bergantian. “Rudi hanya butuh sebuah apresiasi, dipuji hebat oleh orang lain. Karena dia merasa tidak diapresiasi dari rumah, maka dia mencari dari luar, game lah yang dia pakai. Semakin tinggi levelnya, dia mendapat ucapan selamat dari game itu, maka semakin ingin dia mendapat pujian lagi, walau itu dari game.”Bu Tina masih menunduk, mungkin wanita ini sedang mencerna kata-kataku.
.
“Kapan terakhir kali Bu Tina memuji nilai Rudi yang selalu bagus?” Tanyaku lagi. Wanita itu tersenyum tipis, “Awal-awal masuk SD saya memuji nilainya. Namun karena setiap hari dia mendapat nilai bagus, saya tidak memujinya lagi.” Jawab Bu Tina.
.
“Rudi adalah laki-laki. Selalu ingin dipuaskan egonya. Penghargaan kita atas usahanya itu sangat penting sekali Bu Tina, sehingga dia tak perlu mencari pemuas ego dari luar. Pemuas ego dari luar bisa dengan main game biar dipuji temannya, kerja lembur biar dipuji bosnya, berbohong agar dianggap hebat oleh rekannya.” Aku menatap Bu Tina, matanya tampak membesar.
.
“Ya, Rudi sibuk dengan gadgetnya. Suami saya sibuk dengan pekerjaannya. Pihak ketiga yang tidak berwujud manusia. Sampai saya merasa lelah.” Ucap Bu Tina sambil menghapus air mata yang mengambang di matanya. “Bu Tina sudah mengapresiasi suami?” pertanyaanku dijawab gelengan kepala Bu Tina.
.
“Rasanya saya malu untuk memuji suami saya.” Aku tersenyum mendengar penuturan Bu Tina. “Ketika kita memuji orang lain, aka nada rasa gengsi, karena mayoritas manusia tercipta dengan keinginan untuk unggul. Sehingga mereka berpikir dengan memuji, akan membuat dirinya lebih rendah dan lemah. Itu ego kita yang berbicara. Ego yang menghambat cinta kita untuk keluarga, Bu Tina.” Kataku sambil tersenyum pada Bu Tina yang mulai menangis.
.
“Jangan fokus pada masalah, kita cari jalan keluarnya. Kita bantu Rudi untuk menyelesaikan Kecanduan Game nya. Apa Bu Tina mau membantu Rudi? Demi masa depan Rudi.” Bu Tina menatapku, menarik nafas berat.
.
“Saya siap Bu.” Jawabnya. “Keringkan dulu air matanya, Rudi dan Papanya sudah menunggu di luar ruangan. Kita bicara berempat.” Kataku sambil menyerahkan tissue.
.
“Hah? Mas Bagas bagaimana bisa kesini?” Tanya Bu Tina. Aku menyeringai “Suami saya melakukan hal yang sama dengan dengan yang saya lakukan pada Bu Tina hari ini, namun beda tempat saja.” Aku menangkap cekikikan dari Pak Farid, ya Kepala Sekolah ini memang sudah hafal bagaimana kami menyelesaikan kasus di sekolah.
.
Pintu terbuka, muncullah wajah kakek-kakek yang menemani hari-hariku, dengan cengirannya dia mendatangiku dan mengecup dahiku. Disusul kemudian Rudi dan papanya yang terlihat mesrah. Tiba-tiba Bu Tina menumpahkan air matanya dan memeluk suami dan anaknya. Kami menikmati sejenak adegan mengharukan ini.
.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Dari Pak Budi, kesiswaan di SMA Jawara. Yang masih termasuk yayasan kami, “Bu, mohon ijin melapor, ada siswa yang tertangkap satpol PP sedang pacaran.” Kata Pak Budi diujung telepon. “Nanti saya kesana Pak. Tolong di WA ya alamatnya.” Jawabku.
.
Kakek tua itu menatapku menanti sebuah jawaban. “Kasus lain lagi, sayang.” Jawabku. Aku mengalihkan keluarga di depanku yang sudah selesai bereuni setelah perpisahan beberapa jam.
.
“Oke, Rudi, kami semua adalah tim yang akan membantu Rudi. Pemain sepak bola butuh pelatih dan manajer. Kami yang ada di ruangan ini adalah manajer Rudi. Semua siap?” Tanyaku. Secara kompak mereka yang ada di ruangan ini menjawab Siap. Aku tersenyum dan mengeluarkan sebuah kertas yang kemudian ku tulis sebagai judulnya “Program Latihan Rudi”.
.
Dari *Bubu Baba* dan Kak *Candra Adhi Wibowo*
Untuk *Keluarga Hebat Indonesia*
.
Kelas *Digital Detox* akan dilaksanakan pada tanggal 17-18 April 2018 di Grup Kelas Khusus KHI
Bisa diterapkan pada kasus :
1. Kecanduan Nonton TV
2. Kecanduan Nonton Youtube
3. Kecanduan Main Game

Aku, Kau dan Dia Part 1


Aku, Kau dan Dia
.
.
“Huuuffft..” Tina membuang nafas kesal menatap dua pria yang ada di hadapannya. Aroma pisang goreng yang dibuat Tina sama sekali tidak mengusik kesibukan mereka. “Ayah dan anak sama saja.” Ucap Tina sambil mengambil sebuah pisang goreng yang masih hangat. Ditiup-tiupnya pisang goreng sambil menanti respon dari suami dan anaknya. Nihil, mereka masih sibuk dengan benda kotak yang mengeluarkan cahaya itu.
.
Merasa lelah menunggu, Tina beranjak ke dapur dan menyentuh tumpukan piring kotor yang sudah merindukan sabun. Hati wanita itu masih dongkol karena semakin hari suami dan anaknya semakin pendiam, sibuk dengan gadget masing-masing. Ingin rasanya melakukan konfrontasi terbuka, tapi Tina merasa malu mengungkapkan apa yang dia pikirkan. “Huuuuuft..” Lagi-lagi Tina hanya membuang nafas.
.
Bagas, suami Tina adalah pejabat menengah di kantor tempatnya bekerja. Dia memiliki beberapa bawahan. Terkadang Bagas membawa pekerjaan ke rumah yang membuat dia sangat sibuk baik di kantor maupun di rumah. Dia berharap istri dan anaknya memahami karena ini semua untuk masa depan keluarga.
.
Sedangkan Rudi, usianya 8 tahun dan dia bersekolah di sebuah sekolah elit dan juga sangat ketat mengawasi perkembangan anak didik yang bersekolah di sana. Rudi sangat menyukai game online. Dia belajar dari saudara sepupunya yang sudah berusia 17 tahun. Tak jarang setelah pulang sekolah, bukannya menuju ke rumah dia malah main ke rumah saudara sepupunya ini.
.
Berkali-kali Tina berdebat dengan Rudi ketika anak itu sedang terlalu asyik bermain game di ponsel pintarnya. “Rud, main game terus, PRnya sudah dikerjakan?” Tanya Tina dengan tatapan tajam.
.
“Sudah.” Jawab Rudi tanpa mengalihkan pandangannya dari gamenya. “Kalau sudah ya belajar gitu lho Rud.”Tambah Tina. “Nanti.”Jawab Rudi masih tetap focus dengan ponselnya. “Ya Allah Rud, jangan main game terus donk.”Keluh Tina dengan nada putus asa. “Mama ngomong sama kamu Rudi, kenapa kamu diam saja?” Tanya Tina karena tidak mendapat respon dari Rudi.
.
Rudi mengangkat tubuhnya dan pergi masuk ke kamarnya. Tina menggaruk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal. Dia benar-benar bingung dengan anaknya. Tak lama terdengar langkah kaki masuk ke dalam rumah. Bagas datang dengan wajah lelahnya. Tina menyiapkan es teh kesukaan Bagas. “Mana Rudi?” Tanya Bagas sambil melepas kaos kakinya. “Di kamar tuh main game terus dari tadi.” Keluh Tina.
.
Melihat suaminya minum es dengan santai tanpa merespon kata-kata istrinya. “Kamu dengar kan aku ngomong apa?” Tanya Tina dengan wajah jengkel. Bagas menatap istrinya yang juga menatapnya tajam. “Aku nggak tuli, Tin.” Balas Bagas. Dia membawa tas kerjanya dan masuk ke kamar. Kemudian terdengar suara air dari kamar mandi dalam kamar.
.
“Lagi-lagi aku ditinggal sendiri seperti ini” Batin Tina sedih. Tidak hanya anaknya, Tina juga merasa tidak dipedulikan oleh suaminya juga. Tina menyusul suaminya masuk kamar setelah memastikan pagar sudah terkunci.
.
“Kamu ngomong donk sama Rudi. Biar dia gak main game terus.” Kata Tina setelah melihat suaminya sudah selesai berganti baju. “Anak laki-laki Tin, wajar. Ntar juga bosen sendiri.” Jawab Bagas enteng sambil membuka pintu kamar dan berjalan keluar meninggalkan Tina yang gregetan atas sikap terlalu santai suaminya. Tina pun menyusul suaminya ke ruang TV dan mereka menonton TV bersama. Ya tampaknya memang mereka duduk berdua, tapi sebenarnya mereka adalah dua orang yang sedang sibuk dengan dunia mayanya masing-masing.
.
“Mama disuruh ke sekolah.”Kata Rudi siang sepulang sekolah. Tina yang sedang menjemur baju, sontak kaget. “Kamu bikin masalah apa di sekolah?” Tanya Tina menyelidiki. “Nggak ada.” Jawab Rudi santai sambil meninggalkan ibunya dan masuk ke kamarnya dan menyalakan hapenya. Rupanya Tina mengejar Rudi karena tak lama kemudian terdengar suara keras dari Tina “Nggak mungkin Mama dipanggil ke sekolah kalau kamu nggak ada masalah Rud!” Rudi tidak menjawab pertanyaan ibunya, malah dia tidur telentang memainkan game onlinenya lagi.
.
Tina semakin kesal melihat kelakuan anaknya. Dia keluar dari kamar Rudi dan mematikan saklar wifi di rumahnya. “Mama matikan wifi lagi?!” Teriak Rudi dari dalam kamarnya. “Sebelum kamu jujur, kamu gak bisa pakai wifi Rudi!” Teriak Tina terpancing emosi Rudi. “Aku udah jujur Ma!” Teriak Rudi sambil berlari ke luar rumah dan mengambil sepedanya.
.
Tina duduk di ruang tamu setelah Rudi meninggalkannya. Dia menyesal sudah membentak Rudi seperti tadi. Dia mudah sekali emosional ketika Rudi mulai teriak.
.
Sore itu ketika suaminya pulang, Tina menceritakan tentang panggilan ke sekolah Rudi. Wanita itu tidak menceritakan pertengkarannya dengan Rudi karena Rudi sudah pulang beberapa saat sebelum suaminya pulang. Jadi menurut Tina masih aman. “Ya sudah kamu datang aja.” Jawab suaminya santai.
.
Keesokan harinya, Tina sudah sampai di kantor guru pada jam sepuluh. Seorang guru meminta Tina menunggu sebentar. Kemudian guru itu menelpon seseorang. “Bu Tina, mari saya antar ke ruang tamu.” Kata guru itu sambil tersenyum. Mereka memasuki sebuah ruangan dan Tina dipersilahkan duduk di sofa. “Bu Tina, silahkan diminum dulu. Pak Farid dan Bu Sofia sedang kesini.” Kata guru itu sambil menyodorkan secangkir teh, kemudian guru itu menutup pintu. Ruangan tempat Tina menunggu sangat nyaman. Dindingnya berwarna putih bersih, sofa berwarna hijau daun, dan meja berwarna hitam. Di sudut ruangan ada tanaman berbau harum yang membuat ruangan ini semakin indah dan merilekskan pikiran.
.
Tak berapa lama, pintu terbuka. Masuklah seorang pria yang rambutnya mulai tipis dan seorang wanita berkacamata. Keduanya tersenyum menatap Tina. Yang pria memperkenalkan diri bernama Farid, yang perempuan memperkenalkan diri bernama Sofia. Tina pernah melihat Pak Farid ketika memberi sambutan penerimaan siswa baru. Kalau tidak salah sebagai kepala sekolah. Lalu siapa yang perempuan ya?
.
“Ini Bu Sofia, ketua yayasan disini.” Kata Farid yang seolah tau apa yang dipikirkan oleh Tina. Tina menganggukkan kepala pada Sofia yang dibalas senyuman.
.
“Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih pada Bu Tina sudah menyempatkan untuk datang. Kedatangan Bu Tina sangat berarti sekali untuk tumbuh kembang Rudi.” Kata Bu Sofia. Tina semakin gugup.  
.
“Rudi kenapa ya?” Tanya Tina cemas. Keringat dingin mulai membasahi tangannya yang saling menautkan jari jemarinya. “Secara prestasi tidak ada masalah Bu, nilainya bagus, menangkap pelajaran juga cepat.” Jawab Farid segera setelah menangkap kecemasan yang mulai memancar dari wajah Tina.
.
“Apa Bu Tina merasa Rudi ada masalah?” Tanya Sofia sambil tetap tersenyum. Tina menggeleng-gelengkan kepala, tiba-tiba ia merasa suaranya enggan keluar.
.
“Beberapa hari yang lalu saya melakukan cek mendadak pada semua cctv yang ada di yayasan ini. Salah satunya Rudi. Saya melihat Rudi menghindari teman-temannya. Bahkan ketika saya meminta salah satu guru untuk mendekati Rudi, Rudi selalu menarik diri. Dia seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Karena penasaran, saya akhirnya memanggil Rudi. Saya dan Rudi berdiskusi berdua di ruangan ini juga. Saya menempatkan sebuah kamera tersembunyi ketika berbincang dengan Rudi.” Kata-kata Sofia terhenti karena tiba-tiba Tina menatap sekeliling, Sofia pun tersenyum.
.
“Kali ini saya tidak menempatkan kamera tersembunyi Bu Tina.” Jawab Sofia. Wajah Tina memerah. Ia menundukkan kepala dengan tujuan menyembunyikan wajah merahnya.
.
“Bu Tina.” Kata Sofia sambil menggenggam tangan Tina. “Apa Bu Tina siap untuk mengetahui lebih dalam tentang Rudi?” Pertanyaan Sofia ini membuat mata Tina terbelalak. Tina menatap wajah Sofia, wanita dihadapan Tina saat ini juga menatap Tina dengan wajah serius. “Jika Bu Tina siap, saya akan membawa rekaman video Rudi. Tapi saya mengajukan satu syarat, Bu Tina harus kooperatif dengan saya untuk membantu Rudi.”
.
Tina menunduk lagi, bukan untuk menyembunyikan wajah cemasnya, tapi untuk menyembunyikan kecemasannya. Tina beruntung tidak ada yang menginterupsi ketika dia berusaha bekerjasama dengan jantung dan paru-parunya agar mereka lebih santai dalam bekerja. Tina mengangkat wajahnya, “Insya Allah saya siap Bu.” Jawab Tina dengan suara lirih.
.
“Pak Farid, tolong yang tadi dibawa kesini ya.” Pinta Sofia yang dijawab anggukan kepala. Pria itu keluar dan tak lama kemudian masuk lagi membawa sebuah laptop dan sound kecil. “Jangan khawatir, ruangan ini dilapisi bahan kedap suara, bu.” Kata Farid.
.
“Wah, kapan-kapan bisa nobar donk?” Tanya Sofia yang dijawab dengan kekehan Farid dan senyuman Tina. Walaupun tersenyum, Tina merasa jantung dan paru-parunya sedang akrobat karena dadanya terasa sesak.
.
Sebuah video diputar. Pintu yang sama seperti yang ada di depan Tina terbuka, anaknya masuk ke ruang tamu dengan wajah muram.
.
Ada apa dengan Rudi?
.
*Keluarga Hebat Indonesia*

Rabu, 11 April 2018

Aliran Rasa Bunsay Level #9


Bismillah…
Setelah mendapatkan Materi dan tantangan 10 Hari Bunsay Level 9 pekan kemarin. Pekan ini jadwalnya mengalirkan rasa…

Mempraktekkan Tantangan 10 Hari kali ini benar-benar membuat saya  memutar otak , bagaimana tidak untuk menjadi lebih kreatif sedangkan saya bukan tipe orang yang kreatif hehehe
Tantangan ini bukan hanya membuay saya hatus kreatif dalam pola asuh ,tapi Kreatif menciptakan sebuah karya bersama anak, dan suami, melainkan belajar merubah  pola berfikir saya.

Keliatan banget ya kalai saya beneran gak kreatif ..😂 Kalau selama ini saya sering mengandalkan mainan-mainan anak dan buku buku  yang sudah ada di rumah, pekan kemarin lebih sering membuat sesuatu dengan budget seadanya.

Membuat mainan qisha untuk melatih motorik halusnya, misalnya menggambar.  MasyaAlloh, Qisha justru menjadi kreatif loh.. Dengan mewarnai tembok seisi rumah dan baju baju polos yang di punya.

Efeknya dah keliatan luar biasa bagus seperti ini kepada anak-anak, bismillah saya siap deh berubah jadi bunda  yang lebih kreatif membuat mainan bareng anak dan mensupport mereka juga untuk menjadi lebih kreatif.

Karena ANAK KITA sudah terlahir KREATIF

#Aliranrasa
#tantangan10hari
#level9
#kuliahbunsayiip
#thinkcreative